TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Beberapa kebijakan baru telah diterapkan pemerintah.
Di antaranya perjalanan domestik yang tidak mengharuskan tes antigen atau PCR.
Selain itu PT KAI Commuter (KCI) telah merilis aturan baru naik KRL. Salah satunya tempat duduk tak berjarak dan kapasitas penumpang hingga 60 persen selama masa Pemberlakuan Pembatasan Kegiatan Masyarakat (PPKM).
Menurut Pakar Epidemiologi Griffith University, Dicky Budiman pelonggaran bicara soal transisi memang akan dilakukan.
Tapi ia menyarankan untuk dilakukan secara bertahap dan terukur. Tidak bisa serentak dan digeneralisasi.
"Sangat tidak tepat saat ini, belumlah. Kita gak bisa langsung efouria, semuanya dilonggarkan. Kalau satu aspek dilonggarkan, soal tes misalkan. Ini dijaga dulu," ungkapnya pada Tribunnews, Sabtu (12/3/2022).
Baca juga: Kapasitas Angkut Naik 60 Persen, Penumpang KRL Tak Lagi Duduk Berjarak
Menurut Dicky, pelonggaran tidak bisa dilakukan secara serentak. Apa lagi modal imunitas Indonesia belum memadai.
Negara lain yang sudah 90 persen cakupan vaksinasi saat ini masih menetapkan jaga jarak dan kedisiplinan.
"Ketika ingin melakukan pelonggaran di aspek lain, aspek lainnya harus diperkuat. Itu yang harus dipahami. Dan kalau tidak dilakukan kita akan mengundang masalah dan situasi perburukan," pungkasnya.
Sebagai contoh, jika saat ini tes dilonggarkan untuk perjalanan, berarti moda transportasi harus sudah menerapkan protokol kesehatan yang sudah tepat.
Misalnya di dalam moda transportasi sendiri telah dilengkapi sirkulasi yang baik. Apakah sudah dilengkapi oleh filter dan sebagainya. Masker juga sudah disarankan setara dengan jenis N95.
"Kapasitas kalau sudah terjaga, diperkuat dengan sistim lain. Penambahan gerbong kek atau sebagainya. Itu yang harus dilakukan dan perlu," pungkasnya.