Menurut Pakar Epidemiologi Griffith University Dicky Budiman, hal ini tentu sesuai hukum biologi.
Prinsipnya dalam kaitan wabah, jika ada pergerakan masyarakat yang cukup banyak, diikuti interaksi tinggi, potensi penularan menjadi besar.
"Karena itu untuk mengurangi risiko dilakukan langkah antisipasi. Pemerintah sudah benar terkait penerapan kriteria orang bisa mudik dengan status imunitas. Atau bahkan sudah booster. Sebenarnya cukup," kata Dicky pada webinar, Jumat (8/4/2022).
Setidaknya, usaha yang dilakukan dapat mengurangi risiko.
Namun, lanjut Dicky, membuat status menjadi tidak ada infeksi kasus cukup sulit karena wabah masih melanda.
Apalagi angka positivity rate di atas 5 persen secara umum.
Itu artinya ada bagian masyarakat yang mudik tidak terdeteksi dan berpotensi membawa virus dan menularkan.
Baca juga: Ekonomi Belum Stabil Imbas Covid-19, Pengusaha Minta Keringanan Soal Pembayaran THR
Dicky menyarankan, untuk memitigasi lonjakan perlu diantisipasi juga pada tujuan atau destinasi mudik.
Kemudian, pastikan orang yang dikunjungi sudah melakukan vaksin lengkap atau booster, termasuk ketaatan dalam meminimalisir risiko.
"Sekali lagi virus ini taat pada hukum biologi. Kita memahaminya dengan melakukan pencegahan, sehingga bisa berkurang potensi. Itu akan mengurangi lonjakan," kata Dicky.
Dicky menyebutkan, secara umum akan sulit menghindari terjadinya peningkatan.
Mengingat ada sekitar 20 persen dari penduduk Indonesia yang belum memiliki imunitas.
"Data serologi menunjukkan 80 persen memilki antibodi, jadi 20 persen masih rawan. Itu lah sebabnya potensi lonjakan ada. Tapi ini akan lebih kecil dan moderat dibandingkan dua tahun lebaran terakhir," kata Dicky.
Hal ini dikarenakan, orang yang memiliki bekal imunitas jauh lebih banyak.