Laporan Wartawan Tribunnews.com, Nur Febriana Trinugraheni
TRIBUNNEWS.COM, BEIJING - Para pekerja di Beijing dan Shanghai yang mengenakan masker memadati kereta bawah tanah pada hari ini, Senin (26/12/2022), saat kedua kota terbesar di China itu berupaya hidup berdampingan dengan Covid-19.
Setelah China menerapkan kebijakan nol-Covid yang ketat, Presiden negara itu Xi Jinping membatalkan kebijakan tersebut setelah menghadapi protes yang meluas.
Melansir dari Reuters, pakar kesehatan dan penduduk Negeri Tirai Bambu khawatir bahwa data yang diterbitkan pemerintah China, yang tidak menunjukkan laporan kematian baru akibat Covid-19 selama enam hari hingga Minggu (25/12/2022), tidak menunjukkan jumlah kematian yang sebenarnya akibat virus tersebut.
Baca juga: Amerika Serikat Tawarkan Vaksin Covid-19 ke China untuk Mencegah Penyebaran Virus Corona
Sementara pegawai medis di China dilaporkan kewalahan dalam menghadapi penyebaran virus corona.
Kereta bawah tanah di Beijing dan Shanghai penuh sesak, sementara beberapa pemandangan lalu lintas utama di kedua kota itu macet dengan mobil-mobil yang bergerak lambat pada hari ini saat penduduk berangkat kerja.
"Saya siap hidup dengan pandemi. Lockdown bukan solusi jangka panjang," kata seorang warga Shanghai bernama Lin Zixin, 25 tahun.
Tahun ini, dalam upaya untuk mencegah penyebaran virus agar terkendali di seluruh negeri, 25 juta orang di Shanghai menjalani isolasi pahit selama dua bulan di bawah penguncian atau lockdown ketat yang berlangsung hingga 1 Juni.
Jalanan Shanghai yang ramai hari ini sangat kontras dengan suasana jalanan saat April dan Mei, ketika hampir tidak ada orang yang terlihat di luar.
Pasar Natal tahunan yang diadakan di Bund, area komersial di Shanghai, sangat populer di kalangan penduduk kota selama akhir pekan kemarin.
Baca juga: Covid-19 Mengganas di China, Ada Setengah Juta Kasus Covid-19 dalam Sehari
Banyak orang memadati perayaan musim dingin di Shanghai Disneyland dan Beijing's Universal Studios pada Minggu.
Jumlah perjalanan ke tempat-tempat wisata di kota Guangzhou akhir pekan ini diperkirakan meningkat 132 persen dari akhir pekan lalu, menurut laporan surat kabar China The 21st Century Business Herald.
"Sekarang pada dasarnya semua orang telah kembali ke rutinitas normal.Suasana tegang telah berlalu," kata seorang warga Beijing berusia 29 tahun bermarga Han.
China adalah negara besar terakhir yang memperlakukan Covid-19 sebagai endemik. Langkah-langkah penahanan penyebaran virus corona di negara itu telah memperlambat ekonominya sebesar 17 triliun dolar AS, menuju ke tingkat pertumbuhan terendah dalam hampir setengah abad, dan mengganggu rantai pasokan serta perdagangan global.
Ekonomi terbesar kedua di dunia itu diperkirakan akan semakin menderita dalam jangka pendek, karena gelombang Covid-19 yang menyebar ke area manufaktur dan tenaga kerja jatuh sakit, sebelum akhirnya dapat bangkit kembali tahun depan, kata para analis.
Baca juga: Komisi Kesehatan China Hentikan Pengumuman Angka Harian Kasus Covid-19
Lonjakan Kasus Covid-19 di China
Negara terpadat di dunia itu telah mempersempit definisinya untuk mengklasifikasikan kematian terkait Covid-19, dengan hanya menghitung kematian yang melibatkan pneumonia atau kegagalan pernapasan yang disebabkan Covid-19, yang membuat para pakar kesehatan dunia heran.
Tenaga medis di China berada di bawah tekanan yang sangat besar, dengan staf diminta untuk bekerja sementara pekerja medis yang sakit dan pensiunan di daerah pedesaan dipekerjakan kembali untuk membantu mengatasi lonjakan Covid-19, menurut laporan media pemerintah China.
Pemerintah provinsi Zhejiang, provinsi industri besar di dekat Shanghai dengan populasi 65,4 juta, mengatakan pada Minggu bahwa pihaknya sedang berjuang melawan sekitar satu juta infeksi harian Covid-19 baru, jumlah yang diperkirakan akan berlipat ganda di hari-hari mendatang.
Sedangkan otoritas kesehatan di provinsi Jiangxi mengatakan infeksi akan mencapai puncaknya pada awal Januari. Otoritas kesehatan di provinsi itu menambahkan, kemungkinan akan ada rekor lain saat orang-orang bepergian pada bulan depan untuk perayaan Tahun Baru Imlek, menurut laporan media pemerintah.
Kota Qingdao, di provinsi Shandong, memperkirakan sekitar 530.000 penduduk dapat terinfeksi Covid-19 setiap hari.
Baca juga: Efek Pelonggaran Nol-Covid, Pemesanan Tiket Kereta Api di China Melonjak 220 Persen
Kota-kota di seluruh China berlomba untuk menambah unit perawatan intensif dan klinik demam, fasilitas yang dirancang untuk mencegah penyebaran penyakit menular yang lebih luas di rumah sakit.
Pemerintah kota Beijing mengatakan jumlah klinik demam di kota itu meningkat dari 94 menjadi hampir 1.300 klinik. Sedangkan Shanghai memiliki sekitar 2.600 klinik semacam itu.
Sementara ada kekhawatiran yang tumbuh mengenai kemampuan kota-kota kecil di China untuk mengatasi lonjakan Covid-19, terutama karena ratusan juta orang diperkirakan akan kembali ke kampung halaman mereka untuk Tahun Baru Imlek.
"Saya khawatir arus orang akan sangat besar... (dan) epidemi akan menyebar lagi," ungkap Lin Zixin.