TRIBUNNEWS.COM - Ahli Epidemiologi dari Griffith University Australia, Dicky Budiman menanggapi soal rencana Presiden Joko Widodo (Jokowi) menghentikan pemberlakuan pembatasan kegiatan masyarakat (PPKM).
Menurut Dicky, pencabutan atau penghapusan PPKM saat ini masih sangat riskan, meskipun kondisi imunitas masyarakat Indonesia membaik.
Menurutnya, hingga kini ancaman Covid-19 masih ada.
Terlebih saat ini pergerakan masyarakat akan meningkat, seperti pada libur Natal dan Tahun Baru (nataru) 2023.
"Saat ini tentu masih riskan dan cenderung mengundang bahaya, meskipun situasi imunitas jauh lebih baik dari tahun kedua dan pertama," kata Dicky, dalam program Kabar Petang TvOneNews, Rabu (28/12/2022).
Dicky menilai, penghentian PPKM ini justru mengundang masalah baru.
Baca juga: Menanti Keputusan Penghentian PPKM, Airlangga: Akan Diumumkan Presiden
Hal tersebut berkaca dari situasi global dan sejumlah negara saat ini.
"Namun sekali lagi, belajar dari dua negara, China misalnya."
"China dosis primernya sudah jauh lebih tinggi dari pada Indonesia tapi mengalami lonjakan besar, karena ini ada penurunan proteksi selama enam bulan," tuturnya.
Dicabutnya pembatasan pandemi corona membuat China menghadapi gelombang baru Covid-19.
"Disisi lain Jepang, yang dosis booster-nya sudah 60 persen, jauh dari yang Indonesia capai. Tapi mengalami ledakan juga."
"Sekali lagi ini konteks kehati-hatian, apalagi Nataru, kita harus menimbang-nimbang lagi," tuturnya.
Ia meminta pemerintah untuk kembali mengakaji wacana penghentian PPKM.
Jika pun nantinya PPKM segera dihentikan, Dicky juga meminta pemerintah agar bisa menemukan pola yang lebih efektif untuk menggantikan PPKM.