Laporan Wartawan Tribunnews.com, Rina Ayu
TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyebut pemerintah tidak akan lagi menanggung pembiayaan pasien Covid-19 saat status pandemi berubah menjadi endemi.
"Kalau sudah masuk ke endemi, kena Covid-19 bayar. Sekarang kan masih ditanggung oleh pemerintah begitu masuk endemi sakit Covid bayar," ujar Jokowi dikutip dari tayangan Kompas TV, Senin (19/6/2023).
Mantan Wali Kota Solo ini menyinggung dalam waktu dekat akan mengumumkan terkait status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) untuk Covid-19 di Indonesia.
"Seminggu atau dua minggu akan kita nyatakan kita masuk endemi," ucapnya.
Ia menyebut, penanganan Covid-19 di Tanah Air sangatlah berat.
Baca juga: Menko PMK: Pemerintah Siapkan Skema Perubahan Pandemi Covid-19 Jadi Endemi
Namun berkat kerjasama dan dukungan semua pihak, penanganan Covid-19 di Indonesia berjalan baik.
Terlebih kini angka imunitas masyarakat terhadap Covid-19 terhitung tinggi yakni 98 persen.
Menko Bidang Pembangunan Manusia dan Kebudayaan (Menko PMK) Muhadjir Effendy sebelumnya mengungkap Presiden Jokowi akan segera mencabut status kedaruratan pandemi Covid-19 di Indonesia.
"(Dicabut) status pandeminya. Segera (putuskan), tapi tidak hari ini. Nanti, Pak Presiden itu yang akan memutuskan," kata Muhadjir Effendy di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Selasa (13/6/2023).
Baca juga: Pandemi Covid-19 Makin Melandai, Pengembang Optimis Industri Properti Akan Bertumbuh
Muhadjir mengatakan bahwa ada sejumlah hal teknis yang nantinya akan mengikuti jika status pandemi Covid-19 di Indonesia dicabut.
Pertama, dikatakan Muhadjir, yakni Satgas Penanganan Covid-19 akan bubar.
"Kedua, soal vaksin Covid-19 akan dialihkan dalam bentuk pelayanan normal seperti halnya vaksin Covid-19 untuk penyakit menular biasa," ujarnya.
Dia mengatakan pelayanan Covid-19 juga akan dimasukkan di BPJS Kesehatan bagi mereka yang tidak mampu.
"Nanti akan menerima PBI. Iuran dari pemerintah. Kalau pengobatan juga sama tapi itu nanti masih perlu waktu dan itu pak Menteri Kesehatan yang punya wewenang," kata Muhadjir.
Baca juga: Pakar Kesehatan Ungkap Tiga Skenario Soal Prediksi Covid-19 ke Depan
Sebelumnya, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah menyatakan bahwa virus corona (Covid-19) tidak lagi menjadi darurat kesehatan global.
Hal ini setelah virus tersebut menjadi pandemi global selama lebih dari tiga tahun dan membuat hampir 7 juta orang meninggal.
Dikutip dari laman Russia Today, Sabtu (6/5/2023), Direktur Jenderal WHO Tedros Adhanom Ghebreyesus secara resmi menurunkan status penyakit tersebut pada Jumat kemarin, sambil menekankan bahwa Covid-19 tetap menjadi 'ancaman kesehatan global'.
Keputusan untuk menurunkan tingkat kewaspadaan ini dibuat setelah dilakukannya pertemuan para ahli pada Kamis lalu.
Kendati demikian, saat 'fase darurat' telah berakhir, ribuan orang masih meninggal setiap minggu akibat virus tersebut.
WHO kali pertama menggambarkan Covid-19 sebagai pandemi pada Maret 2020, saat virus tersebut menyebar ke setiap benua kecuali Antartika.
Saat penyakit itu telah merenggut beberapa ratus nyawa pada saat itu, deklarasi pandemi mengakibatkan diberlakukannya sistem penguncian (lockdown) yang belum pernah terjadi sebelumnya dan pembatasan pergerakan serta perdagangan, menyebabkan kontraksi ekonomi yang masih terasa.
Sejak saat itu, sekitar 764 juta kasus telah tercatat secara global, sementara 5 miliar orang dilaporkan menerima setidaknya satu dosis vaksin.
Di sisi lain, saat sebagian besar negara telah mencabut langkah-langkah pengendalian pandemi mereka, Amerika Serikat (AS) masih menerapkan keadaan darurat kesehatan masyarakat, yang akan berakhir minggu depan.
Menurut data statistik WHO, lebih dari 1,1 juta orang meninggal karena Covid-19 di AS, angka ini lebih banyak daripada negara manapun di dunia.
Awal pekan ini, organisasi tersebut mengumumkan bahwa kepala misi internasional yang dikirim ke China untuk menyelidiki asal-usul pandemi telah diberhentikan karena pelanggaran seksual.
Peter Ben Embarek mengklaim tekanan politik diberikan pada timnya, termasuk dari luar China.
Frustrasi oleh kurangnya respons global yang terkoordinasi terhadap deklarasi daruratnya, WHO telah menempatkan 194 negara anggotanya untuk bekerja menyusun perjanjian global demi mengatasi pandemi di masa depan.
Saat perjanjian tersebut seolah-olah ditujukan untuk melindungi penduduk dari ancaman kesehatan global, para kritikus telah memperingatkan bahwa hal itu dapat mendahului kedaulatan nasional tiap negara dan hak-hak individu.
Sebelumnya Direktur Jenderal Badan Kesehatan Dunia (WHO) mencabut status Public Health Emergency of International Concern (PHEIC) untuk Covid-19 pada Jumat (5/5).
"Covid-19 sekarang menjadi masalah kesehatan yang mapan dan berkelanjutan yang tidak lagi merupakan darurat kesehatan masyarakat yang menjadi perhatian internasional (PHEIC)," kata Tedros dikutip dari keterangan situs resmi WHO.