"Ada tidaknya penyelenggaraan ibadah haji sepenuhnya menjadi kewenangan Saudi," ujarnya.
Sementara di sisi lain, Hilman mengatakan berdasarkan kalender hijriah, perkiraan jadwal pemberangkatan jemaah haji tahun 1443H/2022M kloter pertama pada tanggal 4 Dzulqa'dah 1443H atau 5 Juni 2022.
Karenanya kondisi ini menunjukkan bahwa waktu tersisa persiapan penyelenggaraan ibadah haji tahun ini hanya berkisar 2 bulan 10 hari.
"Mengingat ruang lingkup pelayanan penyelenggaraan ibadah haji yang begitu luas, maka waktu yang tersisa sangat terbatas, sehingga berbagai persiapan harus segera dilakukan," kata dia.
Sementara itu menanggapi usulan Bipih yang disampaikan Kemenag, anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi PDI Perjuangan (PDIP) Samsu Niang menyebut estimasi biaya Rp 42 juta itu masih terlalu tinggi.
Ia menilai besaran ongkos haji di atas Rp 40 juta masih memberatkan masyarakat.
"Anggararan Bipih estimasi Rp 45 juta dan Rp 42 juta tanpa prokes masih terlalu tinggi, kalau bisa dikurangi karena tidak ada PCR. Perlu pendalaman yang khusus karena kondisi Covid-19 saat ini, ekonomi sangat tidak bagus. Kalau biaya haji atas Rp 40 (juta) saya kira sangat berat," kata Samsu Niang.
Dia pun berharap besaran biaya haji paling tidak sama dengan tahun sebelumnya.
Baca juga: Kemenag: Hilangnya Aturan Karantina dan PCR Bakal Dorong Efisiensi Biaya Haji
"Saya harapkan minimal sama dengan periode lalu," katanya.
Hal senada dikatakan anggota Komisi VIII DPR RI Fraksi Gerindra Subarna.
Ia menilai usulan ongkos haji oleh Kemenag sebesar Rp 42 juta masih tinggi dibanding ongkos haji pada periode sebelumnya.
Karena itu dia meminta Kemenag kembali menyisir komponen biaya haji agar angka tersebut bisa ditekan.
"Kita berkewajiban tekan biaya haji seefesien mungkin. Ini jomplang sekali antara 2020 dengan 2022, hampir Rp 7 juta lebih," kata Subarna.
"Perlu dibahas detail untuk menyisir dan per item. Dengan 42 juta bisa ditekan," ujar dia.(tribun network/yud/dod)