TRIBUNNEWS.COM, JAKARTA - Hubungan politik luar negeri Indonesia kembali memanas dengan Australia menyusul pernyataan yang dikeluarkan oleh Perdana Menteri Australia, Tony Abbott, yang tidak akan meminta maaf terkait penyadapan yang dilakukan negaranya terhadap petinggi negara Indonesia.
Presiden SBY sendiri diberitakan telah menyampaikan pernyataannya yang mengkritik sikap Australia itu. Sayang, pernyataan SBY tersebut disampaikan melalui media sosial Twitter.
"Satu sisi saya melihat bahwa sikap SBY mengenai penyadapan dikomentari melalui Twitter. Ini kan bukan sikap resmi dari pemerintah. Reaksi beliau menjadikan persoalan tidak selesai tapi menjadi semakin memperkeruh," ujar pengamat hubungan internasional dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Ganewati Wuryandari, saat dihubungi di Jakarta, Selasa (19/11/2013).
SBY, kata Ganewati, harusnya menyelesaikan permasalahan tesebut melalui jalur diplomasi.
Ganewati khawatir sikap SBY tersebut hanya menjawab desakan publik untuk bereaksi atas aksi penyadapan tersebut.
Menurutnya, Presiden SBY harusnya bisa bersikap lebih keras misalnya dengan menindaklanjutinya melalui jalur formal.
"Yang saya khawatirkan sikap beliau hanya domestik interest. Apakah nanti setelah beliau ngetwit itu akan ditindaklanjuti dalam posisi formal. Dulu kan terlihat jelas sikap Australia menolak pendubesan mantan panglima di Australia. Indonesia juga bisa balas. Itu sikap yang jelas. Sekarang Pak SBY ini hanya via twitter," kata dia.(*)