Laporan Wartawan Tribun Kaltim, Kholish Chered dari Arab Saudi
TRIBUNNEWS.COM, MEKKAH - Sembilan penyedia akomodasi jemaah calon haji di Madinah (majmu'ah) mendapat sorotan dari Pemerintah RI karena melanggar kesepakatan alias wanprestasi. Mereka menempatkan 17.000 jemaah haji di luar markaziyah, melebihi jarak 650 meter dari Masjid Nabawi.
Direktur Pelayanan Haji Luar Negeri Sri Ilham Lubis, di Kantor Urusan Haji Indonesia, Jeddah, Selasa (16/9/2014), mengatakan, dari 10 majmu'ah, hanya satu yang memenuhi perjanjian, yakni Zuhdi. Sisanya dengan berbagai alasan menyalahi kesepakatan.
Kesembilan majmu'ah itu yang melanggar kesepakatan adalah Ilyas, Makarim, Sattah, Mubarok, Andalus, Sais Makki, Manazil Mukhtaro, Manazili, dan Mawaddah.
Majmu'ah-majmu'ah ini, kata Sri Ilham, menyediakan layanan jemaah haji dengan rate 550 riyal sampai 585 riyal. Sewa itu berlaku untuk satu jemaah selama pelaksanaan ibadah arbain, sekitar 8,5 hari.
"Jadi harga itu yang dibayarkan selama jemaah tinggal di pondokan," kata dia. Gara-gara melanggar, majmu'ah didenda mengembalikan 300 riyal per jemaah.
Sebelumnya, Panitia Penyelenggara Ibadah Haji Indonesia (PPIH) di Arab Saudi mengungkap kecurangan majmuah-majmuah, penyedia akomodasi yang ditunjuk pemerintah Arab Saudi, di Madinah.
Dari 10 majmu'ah, hanya satu yang memenuhi perjanjian. Sisanya, sembilan majmuah (90 persen) melakukan wanprestasi.
"Kami minta maaf atas penurunan akomodasi di Madinah ini," kata Kepala PPIH Ahmad Jauhari saat menyampaikan laporan pelaksanaan kegiatan ibadah haji kepada Direktur Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah Abdul Djamil, di Kantor Urusan Haji, Jeddah, Selasa (16/9/2014).
Kesembilan majmu'ah ini tidak memenuhi ketentuan sesuai isi perjanjian, antara lain menempatkan jemaah calon haji di luar markaziah (paling jauh 650 meter).
Sebanyak 13.000 jemaah dari 42 kloter menjadi korban, bahkan ada yang pondokannya berjarak 3 kilometer dengan kondisi pondokan di antaranya kurang layak.
Faktor penyebab wanprestasi majmu'ah adalah adanya perluasan Masjid Nabawi, dimana banyak hotel di sekitar masjid
yang dirobohkan. Ada juga majmu'ah yang bermasalah dengan administrasi sehingga fasilitas pondokan dicabut, seperti listrik dan sebagainya, sehingga pondokan jadi tidak layak huni.
Sementara pemondokan di Mekkah sempat bermasalah karena ada perbedaan data pada kontrak muassasah dengan sistem elektronik haji (e-hajj). Ada juga pondokan yang dianggap terlalu padat. Dari 12 pondokan yang mendapat sorotan dari pengawas, 10 di antaranya sudah dikurangi sehingga space untuk jemaah sesuai yang diharapkan.
"Akibatnya ada 20 kloter yang mengalami perubahan penempatan sebagai akibat diberlakukannya sistem e-hajj. Tetapi secara umum akomodasi di Mekkah dari sisi kapasitas terpenuhi," kata Jauhari.