TRIBUNNEWS.COM, YAMAN - Sebanyak 85 WNI di Aden, Yaman, Senin (13/4/2015) pagi akhirnya bisa naik kapal Nasr Allah yang dikirim tim evakuasi Indonesia di Djibouti. Proses menuju Djibouti sangat kompleks dan sulit akibat perang terus berkecamuk.
Kapal Indonesia juga mengangkut warga negara lain di antaranya 67 warga Malaysia, tiga warga Thailand dan delapan warga Yaman. Sebelum ini, 10 WNI juga menumpang kapal perang India keluar dari Aden.
Dubes Indonesia di Addis Ababa, Imam Santoso, yang juga Ketua Tim Percepatan Evakuasi WNI di Djibouti mengaku lega WNI diberangkatan ke Aden. "Semua tidak mudah dan berliku. Tapi akhirnya Tuhan membantu kita. Kini kita berharap mereka aman di tengah lautan," ujarnya.
Tim Indonesia di Djibouti bekerja sama dengan tim di Yaman, Riyadh dan Jakarta terus mendorong repatriasi WNI yang telah terjebak perang di Aden.
Menurut Imam Santoso, warga Indonesia sudah menunggu sekira satu minggu sampai kedatangan kapal dari Djibouti. Kemarin mereka sempat menunggu satu hari penuh di pelabuhan Aden karena kapal datang terlambat.
Saat ini, Tim Indonesia di Djibouti tengah mempersiapkan akomodasi, transportasi dan keperluan konsuler yang dibutuhkan. Sesampainya di negeri ujung Afrika tersebut, mereka akan diinapkan di beberapa tempat Sebelum diterbangkan ke Indonesia. Diperkirakan kapal akan merapat di pelabuhan Djibouti pukul 20.00 waktu setempat (00.00 WIB).
"Di Djibouti saat ini sulit sekali mencari hotel karena banyaknya orang yang lari dari Yaman. Mungkin warga kita terpaksa diinapkan di tempat-tempat yang berbeda," ujar M. Aji Surya dari Tim Kemterian Luar Negeri di Jakarta.
Khusus untuk warga selain Indonesia yang ada di kapal, Tim Indonesia akan menyerahkan kepada perwakilan negara masing-masing di Djibouti untuk mengurusnya. Tim dari Malaysia misalnya, telah mempersiapkan diri untuk menerima warganya.
Saat ini kota Djibouti sedang musim panas dengan rata-rata temperatur siang hari berkisar 40 derajat. Ibu kota dengan penduduk berbahasa Prancis dan Arab ini layakmya kota kecil di Indonesia tahun 1960-an. Uniknya, sebagian masyarakatnya memiliki kebiasaan mengunyah daun khat (semacam ganja berkadar rendah) sehingga terlihat sangat bersahabat dan bersemangat dalam kehidupan hariannya.