TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Seorang ibu asal Singapura yang menyiksa dan menyebabkan anak balitanya tewas dipenjarakan bersama dengan kekasihnya, Selasa (5/7/2016).
Anak lelaki berusia dua tahun itu awalnya tak mau menyantap sarapan dan tak patuh kepada ibunya.
Sang ibu pun murka dan mulai menyiksanya.
Fakta ini terungkap dalam proses persidangan di pengadilan, ketika hakim menyebut kasus ini sebagai tindakan brutal tak bernurani.
Hakim Distrik Bala Reddy menjatuhkan hukuman selama 11 tahun penjara kepada wanita berusia 41 tahun yang disebut bernama Zaidah itu.
Sementara itu, seperti dilansir AFP, kekasih Zaidah, Zaini Jamari (46), dijatuhi hukuman 10 tahun penjara.
Pengadilan mendapatkan fakta bahwa dalam periode lima minggu tahun lalu, mereka melakukan berbagai hukuman terhadap anak balita tersebut.
Salah satunya adalah membuat sang anak berdiri berjam-jam dengan hanya menggunakan popok.
Mereka lalu menendang atau menampar anak ini, ketika dia mulai kelelahan.
"Selama lebih dari satu bulan, kedua orang ini melakukan perbuatan yang tak berperikemanusiaan terhadap anak berusia dua tahun, yang tak bisa membela diri," kata Reddy.
Bagian terburuk dari penyiksaan ini terjadi pada 22 November lalu.
Kala itu, keduanya terbukti memukul dan menendang anak itu karena dia menolak menyantap sarapan.
Mereka pun menginjak-injak dada anak ini, dan lalu mencekokinya dengan cabai bubuk.
Hukuman yang sama dilakukan berulang kali pada malam sebelum anak itu pergi tidur. Keesokan harinya, anak ini ditemukan sudah tak bernyawa.
Hasil otopsi menunjukkan adanya 41 luka di sekujur badannya, termasuk luka parut di dada, kaki, dan luka besar di keningnya.
Tentang luka-luka itu, Zaidah berkilah, anaknya itu terjatuh di kamar mandi dan kepalanya terbentur.
Mereka lalu menghadapi 32 dakwaan termasuk perbuatan yang membuat orang luka berat, dan penganiayaan, hingga kematian.
Anak ini tewas sebulan menjelang ulang tahunnya yang ketiga.
Lebih dari 500 kasus penyiksaan anak diselidiki oleh Kementerian Sosial Singapura pada tahun lalu.
Jumlah itu kira-kira 40 persen lebih banyak dari tahun-tahun sebelumnya. (Glori K Wadrianto)