"Seluruh dunia harus tahu bahwa mereka tinggal di hutan milik mereka, dan pemerintah harus menghormati hak mereka untuk tiggal di dalam hutan," tambah dia.
Survival International menentang, kemungkinan membuka hubungan dunia luar dengan warga pedalaman.
Mereka mengatakan, warga pedalaman melepaskan panah ke arah pesawat terbang yang melintas, kabur dari orang luar, dan menghindari anggota suku yang sudah pernah berhubungan dengan dunia luar.
Organisasi ini bersikukuh jika harus berhubungan dengan dunia luar maka itu harus merupakan keputusan suku-suku pedalaman.
Namun, sekitar 1.000 orang penambang emas saat ini berada hanya sejauh 35 kilometer dari komunitas itu.
Foto terbaru ini diambil pemerintah dengan menggunakan pesawat untuk menginvestigasi jumlah penambang liar di kawasan itu.
Lokasi pasti komunitas ini dirahasiakan untuk melindungi warga suku terpencil tersebut.
Sebelumnya, kontak antara suku Yanomam dan dunia luar berakhir dengan pertumpahan darah.
Pada 1993, setahun setelah penetapan wilayah Yanomami, 16 warga pedalaman termasuk seorang bayi dibunuh di desa Hamixu oleh para penambang liar.
Setelah insiden itu tercatat beberapa kali peristiwa para penambang liar menyerang warga pedalaman.
Selain itu, operasi penambangan liar menyebabkan kadar merkuri di dalam air sangat tinggi sehingga meracuni warga suku Yanomami dan Yekuana di Amazon.
Para aktivis pejuang hak-hak suku Yanomami menyerukan agar pemerintah menghasilkan kebijakan yang lebih baik untuk warga pedalaman ini.
Namun, pemangkasan anggaran dan perselisihan di tubuh pemerintah Brasil melemahkan perlindungan terhadap suku Yanomami dan suku-suku lain di pedalaman Amazon.
KOMPAS.com/Ervan Hardoko