Mereka bekerja sejak pukul 7.30 hingga 19.30, dengan 2 jam masa istirahat.
Selama bekerja mengemas lensa kontak, mereka tidak diperbolehkan duduk.
Yang memprihatinkan, Ko mengatakan, kebanyakan mahasiswa Indonesia ini adalah muslim, tapi mereka kerap diberi makanan yang mengandung daging babi.
Menurut Ko Chih-en, sebagian mahasiswa itu sudah memprotes perlakuan itu ke pihak kampus.
Tapi, mereka hanya diberi jawaban, agar bersabar.
Menurut pihak kampus, bila mereka membantu pabrik, maka pabrik akan membantu kampus atau biaya pendidikan mereka.
Ko juga menemukan, dana beasiswa ini disalahgunakan oleh sejumlah perguruan tinggi untuk 'menyunat' dana mahasiswa.
Mereka melakukan kongkalikong dengan makelar.
Makelar yang mencarikan mahasiswa akan mendapat honor yang diambilkan dari dana beasiswa.
Kabarnya, makelar akan mendapat honor sebesar Rp 93 juta, untuk mendatangkan 1.000 mahasiswa yang mengambil program beasiswa ke perguruan tinggi tersebut.
Sementara, lewat program beasiswa New Southbound Policy, pihak kampus mendapat subsidi dana pendidikan dari kementerian Pendidikan Taiwan.
Dilansir South China Morning Post, 3 Januari 2018, Juru Bicara Kementerian Luar Negeri Arrmanatha Nasir mengatakan telah mendengar laporan ini.
Pihak Kemenlu RI telah meminta klarifikasi ke pemerintah Taiwan terkait kabar ini. (*)