TRIBUNNEWS.COM, SINGAPURA - Asia Young Designer Summit (AYDS), kompetisi tahunan Arsitektur dan Desain Interior antar negara Asia telah sukses digelar pada 20-23 Maret 2019 di Singapura.
Indonesia pada AYDS 2018/2019 untuk kategori Arsitektur diwakili oleh Daniel dari Universitas Kristen Petra, dan pada kategori Desain Interior diwakili oleh Silvia Ervina dari Universitas Pelita Harapan.
Dalam berkompetisi yang diiikuti 15 untuk mendapatkan gelar ‘Asia Young Designer of the Year’ dan beasiswa Summer School Program di Harvard Graduate School of Design, perwakilan Indonesia belukm beruntung namun mendapatkan pujian tim juri.
Chief Executive Officer (CEO) Decorative Paints Nippon Paint Indonesia, Jon Tan mengatakan, setiap tahunnya wakil Indonesia terus menunjukkan karya hebat dan mendapatkan pujian dari para Juri, karena mampu menunjukkan ciri khas Indonesia.
"Kami harap kompetisi ini dapat memotivasi mahasiswa Arsitektur dan Desain Interior di Indonesia untuk terus meningkatkan kemampuannya sehingga mampu bersaing dengan koleganya dari negara-negara lainnya di Asia," kata Jon Tan dalam keterangan pers, Rabu (26/3./2019).
Ditambahkan Jon, kompetisi AYDA tidak hanya untuk memenangkan award, tetapi memiliki tujuan utama sebagai platform to nurture future designers.
Wakil Indonesia untuk kategori Desain Interior, Silvia Ervina dari Universitas Pelita Harapan tampil dengan karyanya yang berjudul Lawang Sewu. “Lawang Sewu merupakan bangunan dengan nilai sejarah tinggi yang sangat menarik.
Tapi sebagian besar masyarakat hanya mengenalnya sebagai bangunan yang memiliki nilai horor.
Padahal gedung itu pada awalnya merupakan museum kereta api. Saya membuat desain Gedung Lawang Sewu agar membuat orang yang datang ke gedung itu mempunyai pengalaman emosional dengan sejarah gedung dan dapat memahami peristiwa sejarah yang ada di dalamnya.” ungkap Silvia
Daniel dari Universitas Kristen Petra untuk kategori Arsitektur mewakili Indonesia dengan karyanya yang berjudul Kampung Tumpuk Nelayan Kejawan Lor Surabaya.
Ketika ditanya mengapa memilih kampung Kenjeran sebagai karya arsitektur yang dibawa dalam kompetisi AYDA, Daniel menjelaskan jika pemukiman nelayan perlu dijaga keberadaannya di tengah-tengah perubahan zaman ini.
“Harus ada perubahan yang siginifikan. Perubahan desain dari pemukiman horizontal ke vertikal ini dibuat tanpa menghilangkan vernakularitas gaya hidup kampung nelayan," katanya.
Kampung tumpuk nelayan ini dapat mengimbangi perkembangan kota dan tetap bertahan di masa depan.
"Yang berat adalah bagaimana memahami kehidupan di kampung nelayan. Saya melakukan survei secara informal maupun formal, bahkan sampai meminta izin resmi untuk mengamati kebiasaan hidup di sana agar dapat memberikan solusi melalui desain yang saya buat.” kata Daniel.