TRIBUNNEWS.COM - Seorang polisi Rusia yang sedang mabuk menembak perut bocah laki-laki berusia sebelas tahun yang tak sengaja menendang bola ke mobilnya.
Dilansir Newsweek, awalnya petugas berusia 36 tahun itu memarkir mobilnya di dekat sebuah jalaman di bagian barat kota Kursk, Rusia, Minggu (23/6/2019) malam.
Kala itu, ada sekelompok anak-anak sedang bermain bola.
Kemudian, seorang bocah laki-laki tak sengaja menendang bola ke arah mobil polisi tersebut.
Baca: Viral Oknum Polisi Ngamuk Saat Diminta Bayar Minuman Rp 1000, Akhirnya Dihukum Hormat Bendera
Baca: Tak Terima Motornya Disalip, Oknum Polisi di Simalungun Aniaya Wartawan
Baca: Perwira Menengah Oknum Polisi Polda Sulut Diduga Cabuli Siswi SMP, Ini Kronologinya
Mengetahui hal itu, dalam keadaan mabuk, polisi tersebut marah dan mengeluarkan senjata.
Menurut laporan media setempat, polisi yang tidak disebutkan namanya itu menembak perut bocah yang tak sengaja menendang bola ke mobilnya.
Setelah itu, ia kembali menembakkan peluru ke udara untuk menakuti anak-anak yang bermain bola tersebut.
Situs resmi tim investigasi Kursk mengatakan, kepolisian Kursk telah membuka kasus pidana terhadap polisi yang menembak bocah.
Polisi tersebut mendapat tuduhan hooliganisme, perilaku yang menganggu atau melanggar hukum.
Ia dijatuhi hukuman maksimal lima tahun penjara.
Penyelidik mengatakan, polisi tersebut menciptakan situasi yang mengkhawatirkan bagi dirinya maupun orang lain.
"Perilakunya membuat semua orang takut akan nyawa dan kesejahteraan mereka," ucap penyelidik setempat, dikutip Tribunnews dari Newsweek.
Dalam sebuah pernyataan, Kementerian Luar Negeri Rusia telah mewawancarai para saksi.
Hasilnya, polisi tersebut akan diberhentikan dari tugas.
Mayor Jenderal Viktor Kosarev mengatakan, tindakan petugas itu mendiskreditkan kepolisian.
"Seorang polisi harus dapat membuat keputusan berdasarkan informasi. Polisi harus secara kompeten menilai situasi dan dapat menyelesaikan konflik secraa damai, apalagi pada anak-anak," kata Kosarev.
"Saat itu, polisi tersebut memang dalam keadaan sangat mabuk dan bertindak salah," lanjutnya.
Akhir-akhir ini, perilaku polisi di Rusia sedang menjadi sorotan.
Misalnya, ada polisi yang melakukan penangkapan massal selama pawai untuk mendukung seorang jurnalis investigasi di Rusia.
Sebelumnya, jurnalis tersebut ditahan atas tuduhan narkoba dan pemukulan.
Kelompok hak-hak sipil mengatakan, lebih dari 400 orang ditangkap dalam pawai awal Juni silam.
Polisi tersebut mengklaim, jurnalis tersebut memiliki narkoba untuk diserahkan kepadanya.
Penangkapannya pun memicu kemarahan di seluruh negeri.
Dia kemudian dibebaskan tanpa tuduhan.
Selain itu, sebuah laporan bulan Juni mengungkapkan, satu dari 10 orang di Rusia telah mengalami penyiksaan oleh polisi.
Pusat independen Levada mensurvei 3.400 warga Rusia di 53 wilayah.
Hasilnua, 40 persen responden mengatakan mereka pernah disiksa polisi.
Namun, mereka beranggapan bahwa penyiksaan tersebut membantu menyelesaikan kejahatan.
Sementara itu, tiga perempat responden yang mengklaim telah disiksa mengatakan, polisi menggunakan kekerasan untuk mempermalukan dan mengintimidasi mereka.
Sepertiga responden mengatakan kekerasan itu dijatuhkan sebagai hukuman.
Bahkan, terdapat sebuah survei yang membuktikan bahwa petugas penegak hukum sering menggunakan kekerasan terhadap tahanan.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)