TRIBUNNEWS.COM - Presiden Filipina, Rodrigo Duterte mengumumkan larangan penggunaan rokok elektrik atau vape di tempat umum
Hari ini Jumat (28/2/2020), larangan tersebut resmi ditandatangani kepala eksekutif pemerintahan setelah diisukan beberapa bulan lalu.
Sementara itu, produsen hingga penjual vape mulai sekarang diwajibkan mendapat lisensi dari otoritas makanan dan obat setempat (FDA).
Dikutip dari Coconuts.co, larangan Duterte tersebut tertuang dalam aturan Perintah Eksekutif atau EO No.106.
Telah ditandatangani Duterte pada Rabu lalu dan diumumkan hari ini.
Pada intinya, Duterte melarang penjualan rokok elektronik terutama ke anak di bawah umur.
Baca: VIRAL Akta Bayi Tak Cantumkan Lokasi Lahir di Kota tapi di Mobil, Faktanya Terkuak 6 Bulan Kemudian
Begitu juga dengan vape dan komponennya termasuk cairan dan isi ulang.
Seluruhnya wajib untuk didaftarkan pada Food and Drug Administration (FDA).
Aturan tersebut sejalan dengan pengumuman larangan merokok nasional 2017.
Mirip dengan larangan rokok tradisional, vaping dilarang di tempat-tempat umum dan transportasi tertutup kecuali di tempat khusus merokok.
Sementara itu, produsen, distributor, dan penjual vape diperintahkan untuk mendapatkan lisensi untuk beroperasi dari FDA.
Mereka juga diharuskan menandai produk vape "dengan peringatan kesehatan yang sesuai," dan mencantumkan "bahan-bahan aktual" yang digunakan dalam produk.
Adapun larangan tersebut untuk mengurangi ancaman serius terhadap kesehatan masyarakat dan mencegah bahaya yang disebabkan oleh rokok.
Serta meminimalkan risiko kesehatan bagi pengguna dan pihak lain yang terpapar emisi.
Fatwa Haram Vape
Sementara itu, beberapa waktu lalu, Majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah mengeluarkan fatwa haram untuk rokok elektronik atau sering disebut vape.
Hal tersebut tertuang dalam fatwa majelis Tarjih dan Tajdid Pimpinan Pusat Muhammadiyah Nomor 01/PER/L1/E/2020 tentang hukum merokok e-cigarette (rokok elektrik.
Aturan ini keluar setelah berlangsungnya konsolidasi internal antara Muhammadiyah Tobacco Control Center (MTCC), Universitas Muhammadiyah Magelang, dan Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Baca: PP Muhammadiyah Haramkan Rokok Elektrik, Sebut Vape Bisa Jadi Sarana Konsumsi Narkoba
Terkait hal itu, Anggota Majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah, Wawan Gunawan Abdul Wahid memberikan penjelasannya soal diharamkannya vape.
Sebelumnya, pada 2010 lalu, PP Muhammadiyah juga telah mengeluarkan fatwa haramnya rokok konvensional.
"Maka kali ini kita mengharamkan merokok e-cigarette atau merokok vape," ujar Wawan, dikutip Tribunnews dari tayangan yang diunggah di kanal YouTube TVOneNews, Sabtu (25/1/2020).
Lebih lanjut, Wawan menjelaskan alasan mengapa PP Muhammadiyah akhirnya mengeluarkan fatwa haramnya vape.
"Karena ada pandangan ditengah masyarakat berdasarkan penyesatan yang dilakukan tentu saja oleh pihak yang berkepentingan."
"Bahwa merokok elektrik itu adalah sebagai salah satu solusi untuk keluar dari merokok konvensional," ujar Wawan.
Padahal, menurut Wawan, temuan dari Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) pada 2015 menegaskan, bahwa hal tersebut tidak benar.
"Sama sekali tidak direkomendasikan (oleh WHO) sebagai suatu cara untuk keluar atau tidak merokok konvensional," papar Wawan.
Tak hanya itu, menurut Wawan, pihaknya juga telah melakukan seminar yang mengundang para ahli.
"Yang ditemukan oleh para ahli, kita kutip BPOM, kemudian juga BNN, lalu juga perhimpunan dokter ahli paru, kita undang dalam seminar," kata Wawan.
Menurut Wawan, mereka menegaskan, bahwa pandangan yang menyebut merokok vape sebagai solusi untuk keluar dari rokok konvensional tidak benar.
"Yang terjadi adalah sebaliknya, bahwa merokok vape itu bisa menjadi sarana untuk pindah ke narkoba," ujarnya.
"Jadi itu yang dimaksud dengan qiyas awlawi, jadi qiyas yang lebih tinggi dari merokok konvensional," terangnya.
Berdasarkan itu, maka sesungguhnya yang dilakukan oleh majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah berniat untuk melakukan semacam koreksi bersama.
Koreksi bersama tersebut ditujukan untuk internal warga Muhammadiyah.
"Tapi kalau ada yang bersepakat berdasarkan logika argumentasi yang dikembangkan oleh majelis Tarjih dan Tajdid PP Muhammadiyah ya monggo silahkan ikuti apa yang menjadi temuan ini," ucapnya.
"Jadi karena umat itu kan inklusif ya, tidak hanya umat Muhammadiyah, bahkan tidak hanya umat Islam tapi umat kemanusiaan," tambahnya.
(Tribunnews.com/Chrysnha/Nanda Lusiana Saputri)