Hal itu juga senada dengan apa yang diungkapkan Hassanian.
Orang-orang yang kehilangan penglihatan memiliki tingkat yang jauh lebih tinggi.
Diketahui, metanol tidak dapat dibaui atau dirasakan dalam minuman.
Ini menyebabkan kerusakan organ dan otak.
Akibatnya, timbul gejala seperti nyeri dada, mual, hiperventilasi, kebutaan, dan bahkan koma.
Baca: Pasien Korban Corona Dikira Sudah Dikremasi Hendak Dimakamkan, Ternyata Masih Hidup
Baca: Wanita Ini Meninggal Komplikasi Corona setelah 4 Kali Ditolak Tes di Rumah Sakit Tempatnya Bekerja
Di Iran, pemerintah mengamanatkan produsen metanol beracun untuk menambahkan warna buatan pada produk mereka.
Sehingga, masyarakat dapat membedakannya dari etanol, jenis alkohol yang dapat digunakan untuk membersihkan luka.
Konsumsi alkohol sendiri umumnya dilarang di Iran.
Namun, para penganut keyakinan tertentu mengkonsumsinya secara pribadi.
Hal itu membuat banyak produsen tetap menjual minuman keras.
Bebeberapa pembuat minuman keras di Iran menggunakan etanol dan metanol secara ilegal.
Khusus pada penggunaan metanol, mereka menambahkan sedikit pemutih untuk menutupi warna sebelum menjualnya sebagai minuman.
Setelah wabah virus Corona merebak, pemerintah Iran mengumumkan akan mengeluarkan izin untuk pabrik alkohol baru dengan cepat.
Kini, Iran memiliki sekitar 40 pabrik alkohol yang telah dialokasikan untuk barang-barang farmasi dan sanitasi.
Baca: Presiden AS Donald Trump: Saya Bersedia Bantu Iran, Jika Mereka Memintanya
Baca: Jumlah Kematian Akibat Covid-19 Menurun, Iran Buka Ibu Kota Teheran
Saat ini, Iran menduduki peringkat kedelapan sebagai negara dengan kasus Covid-19 tertinggi di dunia.
91.472 orang dinyatakan positif virus Corona di sana, per Selasa (28/4/2020) pagi.
5.806 orang tewas.
Sementara itu, 70.933 orang sembuh dari virus.
14.733 masih menjalani perawatan dan 3.011 orang berada dalam kondisi kritis.
(Tribunnews.com/Citra Agusta Putri Anastasia)