TRIBUNNEWS.COM - Presiden Madagaskar Andry Rajoelina memaparkan dua anggota parlemen meninggal setelah terinfeksi virus corona.
Rajoelina menambahkan, sebelas anggota parlemen dan 14 senator juga dinyatakan positif mengidap virus corona.
"Satu wakil meninggal," ungkap Andry Rajoelina pada sebuah talk show TV nasional, Minggu malam (12/7/2020).
Baca: Upaya Afrika Selatan Atasi Covid-19, Sudah Siapkan 1,5 Juta Kuburan
"Seorang senator meninggal," tambah Andry yang dikutip Tribunnews dari Al Jazeera.
"Setelah dilakukan tes terhadap para wakil, 11 anggota parlemen diketahui terpapar virus corona," jelasnya.
Baca: Madagaskar Protes ke WHO karena Tak Dukung Obat Herbal Covid-Organics
Di Senat, tambah Rajoelina, 14 orang, terdiri dari senator dan anggota Senat mengidap virus corona.
Namun, Rajoelina tidak memaparkan kapan anggota parlemen Madagaskar itu meninggal.
Dia juga tidak menerangkan siapa saja nama anggota parlemen yang meninggal.
Lonjakan Infeksi, Ibu Kota Madagaskar Lockdown
Lebih lanjut, Pulau Samudra Hindia, pada 5 Juli 2020 ini menempatkan Ibu Kotanya, Antananarivo di bawah lockdown menyusul lonjakan infeksi.
Kebijakan ini diberlakukan kembali setelah dua bulan lalu pemerintah melonggarkan pembatasan.
Baca: Lima Orang Tewas dalam Serangan Bersenjata di Gereja Afrika Selatan, 40 Senjata Api Diamankan
Madagaskar Kembangkan Covid-Organics
Sebelumnya diberitakan, Madagaskar mengembangkan obat herbal untuk Covid-19.
Obat herbal itu disebut sebagai Covid-Organics.
Namun, World Healt Organization tak mengesahkan obat herbal tersebut.
Lantaran WHO menolak mengesahkan Covid-Organics, Rajoelina mengecam WHO.
Dikutip Tribunnews dari Anadolu Agency, April lalu, Rajoelina secara resmi meluncurkan Covid-Organics (CVO).
CVO merupakan ramuan herbal organik, yang diklaim Madagaskar dapat mencegah dan menyembuhkan pasien yang menderita coronavirus novel.
Baca: Gara-gara Dokumen Palsu, Timnas Malaysia Hentikan Proses Naturalisasi Bek Asal Afrika
"Jika itu adalah negara Eropa yang telah menemukan obat ini, akankah ada begitu banyak keraguan?," katanya dalam wawancara eksklusif dengan France 24.
''Masalahnya adalah bahwa itu berasal dari Afrika," ungkapnya.
"Dan mereka tidak dapat menerima bahwa negara seperti Madagaskar, yang merupakan salah satu negara termiskin di dunia, telah menemukan formula ini untuk menyelamatkan dunia," tambahnya.
Baca: Fakta Unik Madagaskar, Ada Suku yang Melakukan Ritual Menari Bersama Mayat
WHO Peringatkan Penggunaan CVO
Secara terpisah, Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah memperingatkan terhadap penggunaan CVO.
Terutama penggunaan tanpa pengawasan medis dan memperingatkan terhadap pengobatan sendiri.
Lebih lanjut WHO, mengatakan mereka belum menyetujui ramuan untuk pasien yang menderita Covid-19.
Baca: Uji Klinis Vaksin Covid-19 di Jepang Dimulai Juli 2020
Baca: 22 Rumah Sakit di Indonesia Uji Klinis Empat Obat Covid-19, Remdesivir Masuk Kategori Potensial
WHO Serukan Uji Klinis
Lebih jauh, pada Kamis (7/5/2020), WHO, telah menyerukan uji klinis CVO.
Secara terpisah, Rajaoelina mengklaim CVO menyembuhkan 105 pasien Covid-19 di Madagaskar.
"Covid-Organics merupakan obat pencegahan dan penyembuhan terhadap Covid-19, yang bekerja dengan sangat baik," kata Presiden Rajoelina.
Dia menghubungkan pemulihan 105 Covid-19 pasien di Madagaskar dengan ramuan herbal.
"Perbaikan yang nyata diamati pada kesehatan pasien yang menerima obat ini hanya 24 jam, setelah mereka mengambil dosis pertama," terangnya.
"Obatnya dicatat setelah tujuh hari, bahkan sepuluh hari. Obat ini alami dan tidak beracun," katanya.
Baca: Deretan Fakta Unik Ghana, Raja Prajurit dari Afrika Barat
Baca: Belum Ada WNI yang Terkonfirmasi Covid-19 di Afrika Selatan, Botswana, Lesotho dan Eswatini
Disumbangkan ke Afrika
Lebih jauh, Madagaskar telah menyumbangkan CVO, yang diklaim dapat menyembuhkan COVID-19 ke beberapa negara Afrika.
Pekan lalu, Uni Afrika dalam sebuah pernyataan mengatakan sedang berbicara dengan Madagaskar untuk mendapatkan data teknis mengenai keamanan dan efisiensi obat herbal.
*WHO belum menyetujui obat atau pun vaksin apa pun untuk pengobatan Covid-19. Hingga saat ini penelitian lebih lanjut masih dikembangkan.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)