Rocío Espada bekerja dengan laboratorium biologi kelautan di Universitas Seville.
Ia mengamati populasi orca di Selat Gibraltar selama bertahun-tahun.
"Saya telah melihat orca ini tumbuh dari bayi, saya tahu kisah hidup mereka, saya belum pernah melihat atau mendengar tentang serangan," kata Dr. Ruth Esteban, yang juga mempelajari orca Gibraltar secara ekstensif.
"Tidak diketahui apakah semua serangan itu melibatkan kawanan Orca yang sama, tetapi kemungkinan besar iya."
Esteban berpendapat, tidak mungkin dua kelompok akan menunjukkan perilaku yang tidak biasa seperti itu.
Espada percaya bahwa serudukan Orca itu dapat mengindikasikan tekanan.
Hal itu dapat dikaitkan dengan jaring dan antrean panjang yang ditemukan di sepanjang selat dan fakta bahwa daerah tersebut merupakan rute pelayaran utama.
Orca Gibraltar juga terancam punah dan menderita di perairan yang minim makanan, berisik, dan tercemar di daerah tersebut, kata para peneliti.
Selat Gibraltar adalah salah satu "tempat terburuk bagi orca untuk hidup," menurut Ezequiel Andréu Cazalla, seorang peneliti cetacea yang juga berbicara kepada Observer.
Satu-satunya alasan orca kembali ke daerah tersebut adalah karena mereka berburu tuna sirip biru, yang dulunya berlimpah di daerah tersebut.
Namun, penangkapan ikan oleh manusia telah menyebabkan hampir punahnya tuna sirip biru.
Hal itu turut menyebabkan populasi orca di ujung tanduk, dengan hanya tersisa sekitar 30 orang dewasa, menurut Cazalla.
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)