TRIBUNNEWS.COM - Tokoh oposisi Rusia Alexei Navalny dikabarkan akan segera kembali ke Rusia.
Navalny juga mengunggah foto di Instagram untuk pertama kalinya sejak dia diracun, mengumumkan bahwa dia bernapas bebas dari ventilasi.
Mengtuip BBC, dia pingsan dalam penerbangan dari Siberia pada 20 Agustus 2020 lalu.
Tes telah menunjukkan dia diracuni dengan racun saraf Novichok.
Navalny lalu dipindahkan ke rumah sakit Charité di ibu kota Jerman, Berlin.
Staf Navalny mengklaim dia diracun atas perintah Presiden Rusia Vladimir Putin, tetapi Kremlin membantah terlibat.
Baca: Kabar Terbaru Alexei Navalny, Tokoh Oposisi Rusia yang Diracun Sudah Bisa Bangun dari Tempat Tidur
Baca: Rumah Sakit Jerman yang Rawat Alexei Navalny Kabarkan Pemimpin Oposisi Rusia Itu Bangun dari Koma
"Semua jurnalis pagi telah mengirim pesan kepada saya dan bertanya, apakah benar Alexei berencana untuk kembali ke Rusia?" kata Kira Yarmysh, Juru Bicara Navalny.
"Sekali lagi saya dapat mengonfirmasi kepada semua orang: tidak ada opsi lain yang pernah dipertimbangkan," tegas Yarmysh.
Pengumuman itu datang tak lama setelah Navalny turun ke Instagram.
"Hai, ini Navalny. Aku telah merindukanmu. Aku masih belum bisa berbuat banyak, tapi kemarin aku berhasil bernapas sendiri sepanjang hari," tulis Navalny.
"Hanya saya sendiri, tidak ada bantuan tambahan, bahkan katup di tenggorokan saya. Saya sangat menyukainya. Ini adalah proses luar biasa yang diremehkan oleh banyak orang. Sangat disarankan," tulis Navalny.
Baca: Saat Jerman Temukan Racun Saraf Novichok di Tubuh Alexei Navalny, Belarusia Klaim Insiden Itu Hoaks
Baca: Trump Klaim AS Belum Miliki Bukti Keracunan Alexei Navalny: Kita Harus Fokus pada China, Bukan Rusia
Rumah Sakit Dijaga Polisi
Ada penjagaan polisi di luar rumah sakit, tempat Navalny dirawat, lapor Ben Tracer dari BBC.
Dua petugas bersenjata di satu pintu masuk dan mobil polisi ditempatkan di luar selama berhari-hari.
Laporan yang belum dikonfirmasi di media Jerman menunjukkan dua unit polisi bersenjata lebih lanjut telah ditempatkan di dalam, di luar bangsal dan di samping tempat tidur politisi.
Baca: Donald Trump Bungkam Ketika Para Pemimpin Dunia Menunggu Jawaban Vladimir Putin Soal Alexei Navalny
Kremlin Menolak Pertemuan Navalny dengan Putin
Sementara itu, Kremlin mengesampingkan pertemuan antara Navalny dan Putin setelah tokoh oposisi pulih.
"Kami tidak melihat perlunya pertemuan seperti itu, jadi saya yakin pertemuan seperti itu tidak akan terjadi," kata juru bicara Kremlin Dmitry Peskov, menurut kantor berita Interfax.
Apa Itu Novichok?
Dalam bahasa Rusia, nama Novichok berarti "pendatang baru".
Novichok dipakai sebagai identitas sekelompok racun saraf canggih yang dikembangkan oleh Uni Soviet pada 1970-an dan 1980-an.
Mengutip BBC, mereka dikenal sebagai senjata kimia generasi keempat dan dikembangkan di bawah program Soviet dengan nama sandi Foliant.
Keberadaan Novichok diungkapkan oleh ahli kimia Dr Vil Mirzayanov pada 1990-an, melalui media Rusia.
Dia kemudian membelot ke AS, di mana dia menerbitkan rumus kimia dalam bukunya, State Secret.
Baca: Kanselir Jerman Angela Merkel Minta Rusia Selidiki Dugaan Keracunan Alexei Navalny
Baca: Alexei Navalny Tiba di Berlin untuk Perawatan Medis, Kondisi Kesehatannya Mengkhawatirkan
Pada 1999, BBC mewartakan, pejabat pertahanan dari AS melakukan perjalanan ke Uzbekistan untuk membantu membongkar dan mendekontaminasi salah satu fasilitas pengujian senjata kimia terbesar bekas Uni Soviet .
Menurut Dr Mirzayanov, Soviet menggunakan pabrik itu untuk memproduksi dan menguji sejumlah kecil Novichok.
Agen saraf ini dirancang untuk menghindari deteksi oleh inspektur internasional.
Lebih Beracun dibanding Racun Lain
Beberapa varian Novichok dianggap lima hingga delapan kali lebih beracun daripada racun saraf VX.
"Ini adalah racun yang lebih berbahaya dan canggih daripada sarin atau VX dan lebih sulit untuk diidentifikasi," kata Profesor Gary Stephens, ahli farmakologi di University of Reading.
Untuk dicatat, menurut AS, agen VX adalah bahan kimia yang digunakan untuk membunuh saudara tiri Kim Jong-un pada tahun 2017.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)