Laporan Wartawan Tribunnews.com, Srihandriatmo Malau
TRIBUNNEWS.COM, BANGKOK - Puluhan ribu orang bergabung dalam aksi unjuk rasa terbesar di Thailand, Sabtu (19/9/2020), menyerukan untuk mereformasi kekuasaan monarki Raja Vajiralongkorn.
Pengunjuk rasa juga menuntut pencopotan mantan pemimpin kudeta Prayuth Chan-ocha dari kursi Perdana Menteri Thailand.
Baca: Apindo: Stimulus Indonesia Hadapi Pandemi Tergolong Kecil Dibanding Jepang, Amerika hingga Thailand
"Kecuali monarki berada di bawah konstitusi, kita tidak akan pernah mencapai demokrasi sejati," tegas kordinator unjuk rasa dan pengacara hak asasi manusia Arnon Nampa kepada massa aksi yang berkumpul di dekat Istana Agung di ibukota Bangkok.
Pihak Istana Kerajaan tidak tersedia untuk mengomentari aksi unjuk ras dan tuntutan reformasi.
Arnon mengatakan para pengunjuk rasa pada hari Minggu (20/9/2020) akan menyatakan "negara itu milik rakyat, bukan monarki."
Wartawan Reuters memperkirakan setidaknya ada 30.000 orang ikut dalam unjuk rasa tersebut.
Penyelenggara mengatakan ada lebih dari 50.000, sementara polisi mengatakan ada 18.000, masih cukup untuk menjadikannya yang terbesar sejak Prayuth berkuasa dalam kudeta 2014.
Para pengunjuk rasa mengatakan mereka akan kembalu berunjuk rasa ke Gedung Pemerintah pada Minggu pagi.
Dilaporkan Raja tidak berada di Thailand dan telah menghabiskan sebagian besar waktunya di Eropa sejak bertakhta pada 2016.
Kordinator aksi mengkritik raja karena ketidakhadirannya dan untuk perilaku pribadinya.
"Orang-orang adalah manusia, bukan debu di bawah kaki kerajaan Anda," ujar pemimpin mahasiswa Panusaya Sithijirawattanakul dalam aksi pada hari Minggu.
"Rakyat menginginkan seorang raja yang melindungi demokrasi, bukan orang yang mengkhianati demokrasi rakyat."(Reuters)