Hal membedakan pada konflik kali ini, Turki secara terbuka melibatkan diri membela Azeri atau Azerbaijan. Tak hanya politis, secara militer Presiden Erdogan mengirimkan tentara dan milisi.
Ratusan hingga ribuan petempur sipil didatangkan dari Turki dan Suriah. Mereka anggota kelompok proksi sipil Turki di Suriah.
Orang-orang sejenis juga dikirimkan Turki untuk bertempur di Libya, mendukung pemerintahan GNA Faisal Saraj di Tripoli.
Rekaman video yang dipublikasikan situs Southfront.org, namun belum diverifikasi, menunjukkan konvoi puluhan truk membawa petempur asal Suriah di Azerbaijan.
Campur tangan Turki di Azerbaijan, dan usahanya melawan Armenia ini mengingatkan isu genosida warga Armenia oleh penguasan Turki pada masa lalu.
Konflik di Nagorno-Karabakh atau Arzakh, kini menjadi perang proksi yang dimensi geopolitiknya sulit dilepaskan dari perimbangan kekuatan di Timur Tengah.
Israel ikut melibatkan diri secara tidak langsung, karena berusaha memanfaatkan Azerbaijan untuk memonitor Iran, musuh besar Zionis.
Sejumlah drone produksi Israel, dipakai Azerbaijan untuk mengawasi Armenia. Beberapa di antaranya telah ditembak jatuh pasukan Republik Arzakh.
Pergeseran Isu dan Orientasi Politik Praktis
Meski pemerintahan Armenia diketahui pro-Washington, kini terjadi pergeseran politik setelah Yerevan berusaha meminta bantuan aktif Rusia menghadapi Azeri.
Armenia dan pemerintah Republik Arzakh (Nagorno-Karabakh) mengumumkan darurat militer dan mobilisasi militer. Azerbaijan pun memberlakukan aturan militer dan jam malam di kota-kota besar.
Secara terbuka, Armenia mendesak Turki tidak ikut campur dalam permusuhan yang sedang berlangsung atas daerah kantong Nagorno-Karabakh yang disengketakan.
"Perilaku agresif Turki adalah masalah serius yang harus diperhatikan," kata Perdana Menteri Armenia Nikol Pashinyan lewat televisi nasional.
Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebelumnya mengatakan Azerbaijan, tidak sendirian dalam konfrontasi melawan Armenia.