News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Facebook, Twitter dan TikTok Sepakat Hapus Konten yang Berharap Donald Trump Meninggal karena Corona

Penulis: Inza Maliana
Editor: Facundo Chrysnha Pradipha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto 1 Oktober 2020 menunjukkan Presiden AS Donald Trump tiba di Pangkalan Angkatan Udara Andrews di Maryland pada 1 Oktober 2020 setelah dia kembali ke Washington, DC setelah penggalangan dana di Bedminster, New Jersey.

TRIBUNNEWS.COM - Sejak Presiden Amerika Serikat (AS) Donald Trump dinyatakan positif Covid-19, komentar publik membanjiri sosial media.

Beragam reaksi digaungkan oleh masyarakat atas kondisi Trump dan istrinya, Melania yang positif virus corona.

Ada yang berharap Presiden AS segera sembuh, namun banyak pula yang menginginkan hal buruk terjadi pada Trump.

Pasalnya, Trump memang sejak awal kerap meremehkan virus corona hingga menjadi kontroversional.

Satu di antara kontroversinya, ia pernah mengklaim virus corona merupakan virus buatan China.

Baca: Positif Corona, Ini Cerita Donald Trump Alami Demam hingga Sempat Ejek Joe Biden karena Pakai Masker

Ia juga mengaku virus corona 99 persen tidak berbahaya.

Hingga pengakuannya yang selalu ingin meremehkan virus ini agar warga AS tidak panik.

Alhasil, banyak warga yang seakan 'senang' mendengar kabar kondisi Trump sekarang.

Bahkan banyak yang terang-terangan berharap Presiden AS ini meninggal akibat Covid-19.

Harapan buruk untuk Trump lalu membanjiri berbagai linimasa sosial media di berbagai negeri.

Hingga akhirnya pihak Facebook, Twitter dan TikTok mengambil tindakan.

Facebook, Twitter dan TikTok sepakat hapus konten yang berharap Presiden AS Donald Trump meninggal karena virus corona.

Baca: UPDATE Hal-hal yang Perlu Diketahui tentang Donald Trump Positif Corona, Kini Dibawa ke Rumah Sakit

Dikutip dari NPR, mereka berpesan agar para pengguna internet tidak boleh berharap presiden meninggal dunia.

Ketiga perusahaan teknologi itu mengonfirmasi postingan semacam itu akan dihapus.

Karena melanggar kebijakan konten masing-masing platform itu.

Mereka menarik postingan yang mengungkapkan harapan Trump meninggal karena virus, spekulasi liar, teori konspirasi.

Serta kebohongan lainnya tentang kabar positifnya presiden dan ibu negara terkena Covid-19 yang melonjak di tiga platform itu.

Mereka akhirnya sepakat tentang apa yang diperbolehkan dan apa yang melewati batas tentang kematian Trump.

Foto 1 Oktober 2020 menunjukkan Presiden AS Donald Trump tiba di Pangkalan Angkatan Udara Andrews di Maryland pada 1 Oktober 2020 setelah dia kembali ke Washington, DC setelah penggalangan dana di Bedminster, New Jersey. (MANDEL NGAN / AFP)

Baca: Mengenal Campuran Antibodi Regeneron, Metode Pengobatan Covid-19 untuk Donald Trump

Seorang juru bicara Facebook mengatakan postingan yang mengharapkan kematian Trump akan dihapus dari jejaring sosial.

Termasuk soal komentar di halaman presiden, dan postingan yang menandainya.

Twitter juga mengatakan, keinginan atau harapan untuk kematian, cedera tubuh yang serius atau penyakit fatal terhadap siapa pun, termasuk presiden, akan ditarik dari platform tersebut.

Twitter mengatakan perilaku "kasar" seperti itu dapat menyebabkan penangguhan akun.

Sedangkan, seorang juru bicara TikTok mengatakan, konten yang berharap kematian Trump akan melanggar pedoman komunitas aplikasi video pendek.

"Konten yang berharap kematian Trump akan menjadi pelanggaran pedoman komunitas kami dan dihapus jika kami menemukannya," ujarnya kepada NPR.

Presiden AS Donald Trump mengacungkan jempol saat berjalan dari Marine One setelah tiba di South Lawn Gedung Putih di Washington, DC, 1 Oktober 2020, menyusul acara kampanye di New Jersey. (SAUL LOEB / AFP)

Baca: Gedung Putih: Trump akan Habiskan Beberapa Hari di RS Militer Walter Reed Pasca Didiagnosis Covid-19

Undang-undang federal, Bagian 230 dari Communications Decency Act membeberkan mengenai aturan tersebut.

UU memang memungkinkan perusahaan teknologi untuk menetapkan aturan mereka sendiri tentang apa yang boleh dan tidak boleh diunggah ke platform mereka.

Profesor UCLA Sarah Roberts, yang mempelajari moderasi konten online juga mendukung perilaku kasar harus diawasi di platform tersebut.

Tetapi dia mengatakan penegakan hukum telah lama terlalu longgar bagi mereka yang tidak menjadi sorotan publik.

"Ada banyak orang biasa yang mengatakan, 'Saya telah melihat ancaman pembunuhan, ancaman pemerkosaan."

"Doxxing selama bertahun-tahun,' dan sama sekali tidak ada tindakan," kata Roberts.

Baca: Pertama Kalinya Kim Jong Un Beri Simpati Pemimpin Dunia Terinfeksi Covid-19, Doakan Donald Trump

"Jauh lebih mudah untuk mencari dan menemukan contoh melawan tokoh publik besar seperti Trump dan menghapusnya daripada dengan degradasi sehari-hari terhadap orang lain," lanjutnya

Roberts mengatakan, dia bersimpati pada betapa sulitnya keputusan tentang konten semacam itu.

Karena ia mengatakan perusahaan media sosial tidak memiliki pedoman.

"Mereka yang memutuskan konten apa yang akan dihapus seringkali adalah yang paling tidak berdaya dan terendah pada hierarki pekerja yang secara real-time menangani perilaku buruk dunia," pungkasnya.

(Tribunnews.com/Maliana)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini