"Alih-alih mencoba membungkam demonstran yang damai, kami mendesak pemerintah Thailand segera mengupayakan dialog terbuka dan tulus dengan mereka," imbau para ahli.
Kebebasan Fundamental Terancam
Seperti diketahui, ribuan orang bergabung dalma protes pro-demokrasi di Bangkok.
Mereka bersatu menyerukan reformasi pemerintahan dan monarki Thailand.
Sejak 13 Oktober 2020, sekira 80 orang telah ditangkap aparat berwenang.
Beberapa tahanan telah didakwa dengan KUHP Thailand atas tuduhan penghasutan dan mengadakan perkumpulan ilegal.
Lainnya didakwa berdasarkan Undang-Undang Kejahatan Komputer karena menggunakan akun media sosial untuk meminta publik berpartisipasi dalam aksi unjuk rasa.
Dua dari mereka yang didakwa menghadapi hukuman seumur hidup karena diduga menggunakan kekerasan terhadap monarki Thailand.
Baca juga: Polisi di Thailand Selidiki Media atas Liputan Protes, Diduga Ada Konten yang Pengaruhi Keamanan
Dakwaan tersebut jelas menimbulkan keprihatinan yang serius, para ahli Special Rapporteurs (Pelapor Khusus) meminta pihak berwenang Thailand untuk "segera dan tanpa syarat membebaskan siapa pun yang ditahan hanya untuk menjalankan kebebasan dasarnya".
Untuk diketahui, Special Rapporteurs merupakan bagian dari apa yang dikenal sebagai Prosedur Khusus Dewan Hak Asasi Manusia PBB.
Clément Nyaletsossi Voule, Irene Khan dan Mary Lawlor bekerja secara sukarela dan mereka bukan staf PBB dan tidak menerima gaji untuk pekerjaan mereka.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)