TRIBUNNEWS.COM, WASHINGTON DC - Suara untuk Joe Biden di pilpres AS (pemilihan presiden Amerika Serikat) di Michigan melonjak lebih dari 138.000 pada Rabu pagi (4/11/2020) waktu setempat, yang ternyata karena salah ketik.
"Jadi ketika semua orang tidur dan semuanya pulang, Demokrat di Michigan secara ajaib mendapat 138.339 suara, dan semua 138.339 suara itu secara ajaib jatuh ke Biden? Itu sama sekali tidak mencurigakan," sindir seorang netizen di Twitter.
Lonjakan angka itu awalnya dituding sebagai kecurangan di pemilu AS, tapi langsung diklarifikasi oleh Caroline Wilson juru tulis Shiawassee County, Michigan tengah.
"Saya menambahkan nol tambahan secara tidak sengaja," sehingga laporannya 153.710 suara untuk Biden, padahal seharusnya 15.371.
"Begitu (kesalahan) ditemukan langsung diperbaiki, mungkin setelah 20 menit, jadi saya terkejut betapa cepatnya ini menyebar," ucap Wilson kepada kantor berita AFP.
Kesalahan itu langsung diperbaiki oleh pejabat negara bagian setempat, tetapi analis independen mengklaim itu adalah penipuan online di pilpres AS.
Baca juga: 8 Fakta Pilpres AS Mirip Pilpres Indonesia, Pendukung yang Kalah Ngamuk hingga Tudingan Curang
Setelah angkanya dikoreksi, Demokrat "kehilangan" 138.339 suara dari kesalahan ketik tersebut, sedangkan suara untuk Trump tidak terpengaruh.
Desas-desus kecurangan pemilu Amerika Serikat lainnya juga muncul di Arizona, dengan klaim bahwa para pemilih dipaksa memakai Sharpie (salah satu merk pulpen), agar tidak terbaca dan suara untuk Trump tidak terhitung.
"Petugas TPS mengambil pulpen dari para pemilih dan menyuruhnya memakai Sharpie. Tintanya Sharpie tembus. Semua yang memilih dengan Sharpie tidak bisa dibaca," tulis sebuah unggahan di Facebook.
Unggahan itu juga disertai video yang menampilkan seorang pria berkata, "Orang-orang datang ke sini untuk memilih Donald Trump, dan suara mereka jadi tidak sah."
Akan tetapi para petugas - termasuk Sekretaris Negara Bagian Arizona, Katie Hobbs - mengatakan bahwa pemakaian Sharpie tidak akan membuat suara tidak sah, dan para pemilih boleh membawa pulpen sendiri.
"PENTING: Jika Anda memilih sendiri, suara Anda akan dihitung, tak peduli apa pun pulpen yang dipakai (termasuk Sharpie)," tulis Hobbs di Twitter.
Mirip di Indonesia
Soal tuduhan kecurangan di Pilpres ini juga terjadi di Indonesia pada 2019 lalu.
Sehingga banyak pihak menyebut Pilpres di AS mirip dengan Pilpres Indonesia.
Berikut fakta-faktanya kemiripannya seperti dirangkum Tribunnews.com, Kamis (5/11/2020).
1. Saling klaim menang
Dua calon presiden di Amerika Serikat (AS), Donald Trump dan Joe Biden, saling mengklaim kemenangan dalam Pilpres AS 2020.
Baca juga: Warga Asing Sebut Pilpres AS Mirip Pilpres Indonesia, Apalagi Kalau yang Kalah Jadi Menhan
Hal ini terjadi setelah Biden dan Trump memiliki selisih tipis dalam perolehan suara elektoral dalam proyeksi hasil Pilpres AS.
Tidak hanya itu, Donald Trump bahkan mengancam akan mengajukan gugatan ke Mahkamah Agung (Supreme Court) jika kalah dari Joe Biden, karena dia merasa dicurangi.
Pada Pilpres 2019 lalu di Indonesia kondisi ini juga terjadi.
2. Ngomong curang
Perhitungan suara di Pilpres AS 2020 belum usai namun Donald Trump mencuit di twitter bahwa pilpres kali ini berlangsung curang.
Cuitan Trump itu pun diberikan peringatan oleh Twitter.
Trump mencuitkan sebuah pernyataan, yang mengarah ke kemenangan pada Pemilihan Presiden Amerika Serikat 2020.
"Kami naik (menang) besar, tapi mereka mencoba mencuri (mencurangi) pemilihan. Kami tidak akan pernah membiarkan mereka melakukannya. Suara (pemilih) tidak dapat diberikan setelah Polls ditutup," tulisnya.
Kurang lebih sama di Indonesia, pada Pilpres-pilpres sebelumnya ada saja politikus yang bilang Pilpres curang meski perhitungan suara belum usai.
3. Warga asing bilang mirip
Pilpres AS mendapat jurnalis senior ABC Australia David Lipson.
Melalui akun Twitter-nya yang terverifikasi, David yang merupakan kepala biro AS untuk ABC Australia menyebutkan, saling klaim kemenangan itu mirip dengan kondisi pilpres di Indonesia.
"Feeling like Indonesian politics rn," tulis David.
David Lipson sendiri pernah berpengalaman sebagai jurnalis yang meliput di Indonesia pada 2018-2019. Dia pun pernah meliput Pilpres 2019 yang saat itu diikuti oleh Joko Widodo-Ma'ruf Amin dan Prabowo Subianto-Sandiaga Uno.
Twit David Lipson itu lantas ditanggapi oleh Ross Tapsell. Ross merupakan pengajar senior di School of Culture, History and Languange Australian National University (ANU).
Ross Tapsell juga dikenal memiliki konsentrasi studi terhadap kondisi sosial politik di Indonesia.
4. Bertarung habis-habisan
Pengamat politik dari Universitas Al Azhar Indonesia Ujang Komaruddin mengarakan, kondisi Pilpres AS dengan Pilpres Indonesia 2019 memang memiliki kesamaan.
Pertama, kedua calon sama-sama bersaing secara habis-habisan.
"Persaingannya habis-habisan. Hinga titik darah penghabisan. Sehingga (saat itu) Prabowo mengklaim kemenangan. Walaupun kalah. Ini sepertinya mirip di AS saat ini," ujar Ujang ketika dihubungi Kompas.com, Kamis (5/11/2020).
5. Konsekuensi negara demokratis
Ujang Komaruddin menilai Pilpres AS mirip Pilpres Indonesia kemungkinan karena kedua negara sama-sama menganut sistem demokrasi.
"Dan demokrasi di Indonesiakan banyak merujuk ke AS.Demokrasi memang menghasilkan persaingan kontestasi terbuka dan ketat. Dan persaingan dalam kontestasi politik tersebut bisa mengarah ke polarisasi dan konflik," kata Ujang.
Namun, kata dia, demokrasi juga punya jalan keluar dengan cara konsensus.
"Sekeras apapun persaingan dan pertarungan dalam Pilpres. Ujung dari itu semua adalah bagaimana bisa mengakui kemenangan lawan dengan lapang data," ujar dia.
6. Gugat ke MA/MK
Capres Partai Republik Donald Trump berencana menggugat hasil piplres ke Mahkamah Agung.
Di Indonesia, Pilpres 2019 lalu digugat tim Prabowo Subianto ke Mahkamah Konstitusi (MK) namun tetap kalah.
7. Pilpres anomali
Direktur Eksekutif Charta Politika Yunarto Wijaya mengatakan, sindiran sejumlah pihak yang menyebut Pilpres Amerika Serikat (AS) mirip dengan kondisi Pilpres 2019 di Indonesia sebenarnya merupakan kritik atas sistem demokrasi Indonesia yang penuh dengan anomali atau ketidaknormalan.
Anomali yang dimaksud, misalnya terjadi pada Pilpres 2019 maupun Pilpres 2014.
Yunarto menyebut ada salah satu capres yang sujud syukur sebelum hasil resmi Pilpres diumumkan, saling klaim hasil Pilpres ataupun tidak terima dengan hasil Pilpres.
"Termasuk saat calon yang kalah menjadi menteri. Jadi sebenarnya sindiran itu kan otokritik dari anomali dalam demokrasi kita," ucap Yunarto.
8. Pendukung Trump Ngamuk
Sementara itu diberitakan Reuters massa pro Capres AS Donald Trump mengepung pusat perhitungan suara di Detroit, Michigan.
Mereka mengamuk dan puluhan orang diantaranya meneriakkan "hentikan penghitungan!" suara pada Rabu (4/11/2020) waktu setempat.
Sumber: Tribunnews.com/Kompas.com