Sebelumnya, uji coba AstraZeneca ditunda dua kali karena regulator pemerintah mengkhawatirkan dua peserta studi yang sakit parah.
Regulator kemudian mengizinkan uji coba dilanjutkan.
Secara terpisah, Dr Willia Scharffner, anggota Komite Penasihat Praktik Imunisasi CDC, yang juga akan meninjau vaksin sebelumnya mereka diizinkan di pasar juga memberikan komentarnya.
"Saya ingin mengetahui data, secara khusus tentang reaksi merugikan yang serius, yang menyebabkan uji coba dihentikan sementara," ungkapnya.
Para ahli memiliki pertanyaan lain tentang uji coba AstraZeneca.
Di antara peserta penelitian yang menerima vaksin Covid-19, ada dua rejimen (frekuensi pemberian obat sebagai terapi pengobatan-Red) dosis berbeda.
Dalam satu rejimen, 2.741 peserta menerima setengah dosis vaksin dan kemudian dosis penuh setidaknya sebulan kemudian.
Pada kelompok kedua, 8.895 peserta menerima dosis penuh diikuti dengan dosis penuh lainnya setidaknya sebulan kemudian.
Kelompok yang menerima setengah dosis awalnya 90 persen terlindungi dari Covid-19, dan kelompok yang menerima dua dosis penuh hanya 62 persen terlindungi.
Salah satu peneliti utama Oxford, Dr Adrian Hill mengatakan, akan membutuhkan (waktu) "mungkin berminggu-minggu dan berbulan-bulan" untuk memahami mengapa dosis yang lebih rendah memberikan hasil yang lebih baik.
"Kami tidak sepenuhnya memahami itu, tetapi ada beberapa gagasan tentang bagaimana itu mungkin bekerja, dan kami sedang menjajaki itu," kata Hill kepada Becky Anderson dari CNN, Senin.
Uji coba vaksin masih berlangsung di beberapa negara dan pada akhirnya akan melibatkan kurang dari 60.000 peserta studi pada akhir tahun ini, menurut siaran pers AstraZeneca.
Saad Omer, seorang spesialis vaksin di Yale School of Medicinemencatat, kelompok dengan tingkat kemanjuran 90 persen relatif kecil, hanya 2.741 peserta penelitian.
Hasil tersebut mungkin tidak berlaku ketika lebih banyak orang diberikan rejimen ini.
Dia mencatat ketidakjelasan tentang beberapa aspek data AstraZeneca.
"Saya benci mengkritik sesama akademisi atau siapa pun dalam hal itu, tetapi mengeluarkan informasi seperti ini, seperti meminta kita mencoba dan membaca daun teh," kata Omer.
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)