News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Prancis Deportasi 66 Imigran Ilegal, Ancam Tutup 76 Masjid di Berbagai Kota

Editor: Setya Krisna Sumarga
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Presiden AS Donald Trump dan Presiden Perancis Emmanuel Macron

TRIBUNNEWS.Com, PARIS – Pemerintah Prancis mendeportasi 66 imigran tak berdokumen atau ilegal, yang terindikasi terkait gerakan ekstrem di negara itu.

Para imigran itu umumnya berasal dari negara-negara Afrika Utara yang dilanda konflik, serta pendatang dari Timur Tengah serta Asia Tengah.

Langkah yang belum terjadi sebelumnya itu menjadi bagian tindakan keras pemerintah terhadap apa yang disebut ekstremisme agama.

Menteri Dalam Negeri Prancis, Gerald Darmanin, menambahkan, sebanyak 76 tempat ibadah atau pusat keagamaan dicurigai sebagai tempat persemaian  gerakan ekstrem dan separatisme.

“Dalam beberapa hari mendatang, pemeriksaan akan dilakukan di tempat-tempat ibadah ini. Jika keraguan ini dikonfirmasi, saya akan meminta penutupannya," kata Darmanin di Paris, Kamis (3/12/2020).

Baca juga: Eksekutif Muslim Belgia Mengutuk Keras Pembunuhan Samuel Paty, Guru di Prancis yang Tewas Dipenggal

Baca juga: Presiden Prancis Emmanuel Macron: Saya Menolak Tunduk Pada Tekanan

Baca juga: Dewan Muslim Prancis: Muslim Tidak Dianiaya, Mereka Bebas Beribadah

Pemerintahan Presiden Emmanuel Macron menanggapi rentetan serangan mematikan di negara itu dengan janji menindak apa yang dikatakan Darmanin sebagai musuh di dalam negara.

Pada Oktober 2020, Macron menyusun rencana mengatasi apa yang disebutnya "separatisme Islam". Macron menggambarkan Islam sebagai agama yang mengalami krisis di seluruh dunia.

Komentarnya itu memicu kemarahan umat Muslim di Prancis dan di dunia. Aksi-aksi besar menentang Prancis berlangsung di Bangladesh, Pakistan, Jakarta, dan berbagai kota besar di Timur Tengah.

Prancis selama bertahun-tahun adalah rumah bagi populasi minoritas muslim terbesar di Eropa. Negara itu juga jadi tempat favorit imigran dari Afrika Utara, Timur Tengah, Asia Selatan, hingga Amerika Selatan.

Langkah keras Prancis, meski sebelumnya pernah menerima serangan teror mematikan oleh kelompok radikal Islam, dipicu pembunuhan seorang guru, Samuel Paty di pinggiran Paris.

Paty dibunuh seorang pemuda berdarah Chechnya karena menunjukkan karikatur Charlie Hebdo di kelas sejarah sekolahnya.

Ia dicegat di jalan sepulang mengajar, lalu dipenggal kepalanya oleh pelaku. Pemuda Chechnya itu ditembak mati polisi yang tiba di lokasi kejadian, Conflans-Sainte-Honorine, sekitar 24 kilometer dari pusat kota Paris.

Pembunuhan Samuel Paty melahirkan gelombang protes, sekaligus menerbitkan rasa takut bagi kaum muslim Prancis yang waswas dipersekusi.

Langkah awal dilakukan 20 Oktober 2020, saat pemerintah Prancis memerintahkan penutupan sementara sebuah masjid di luar Paris.

Halaman
123
Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini