Ia sempat menghilang pada Maret, tak lama setelah menulis esai yang sangat kritis tentang penanganan Xi terhadap wabah virus corona.
Putusan menyatakan Ren menggelapkan dana publik hampir 50 juta yuan (Rp 108,8 miliar) dan menerima suap senilai 1,25 juta yuan (Rp 2,7 miliar), menurut pernyataan Pengadilan Rakyat Menengah No 2 Beijing.
Dikatakan bahwa pria 69 tahun itu "secara sukarela dan jujur mengakui semua perbuatannya", dan tidak akan mengajukan banding atas putusan pengadilan.
Dia juga didenda 4,2 juta yuan (Rp 9,1 miliar).
Namun para aktivis hak asasi manusia menuduh Xi dan Partai Komunis memanfaatkan tuduhan korupsi sebagai cara membungkam perbedaan pendapat.
Pengawas disiplin Partai Komunis meluncurkan penyelidikan terhadap Ren pada bulan April, dan persidangan dibuka di pengadilan Beijing pada 11 September dengan segelintir pendukung di luar dan banyak polisi.
Seorang pendukung mengatakan kepada AFP bahwa mereka mendukung Ren karena dia "berani mengatakan kebenaran".
Esai Ren dari awal tahun ini, yang mengkritik Presiden China Xi Jinping, telah dihapus dari internet China. Otoritas China secara teratur menyensor konten yang menantang pihak berwenang.
"Epidemi ini telah mengungkapkan fakta bahwa Partai dan pejabat pemerintah hanya peduli tentang melindungi kepentingan mereka sendiri, dan raja hanya peduli tentang melindungi kepentingan dan posisi inti mereka," tulis Ren, tanpa menyebut nama Xi dalam artikelnya yang sudah tersebar secara online di luar China.
Blognya yang berpengaruh di platform Weibo mirip Twitter menarik jutaan pengikut sebelum akunnya ditutup oleh pihak berwenang pada tahun 2016.
Dia sebelumnya berulang kali menyerukan kebebasan pers yang lebih besar.
2. Jimmy Lai Tokoh pro-demokrasi Hong Kong Jimmy Lai telah diperintahkan kembali ke penjara.
Pengadilan tertinggi kota itu telah memutuskan seorang hakim mungkin keliru dalam memberikan jaminan kepadanya.
Pendiri Apple Daily dituduh berkonspirasi dengan pasukan asing untuk membahayakan keamanan nasional.