TRIBUNNEWS.COM - Panglima Militer Myanmar, Jenderal Senior Min Aung Hlaing menjadi sorotan dunia karena memimpin kudeta militer di Myanmar, Senin (1/2/2021).
Sebelum mengambil alih negara, militer pada Senin dini hari menjemput dan menahan pemimpin de facto Aung San Suu Kyi serta pejabat pemerintahan lainnya.
Aung San Suu Kyi memimpin Partai Liga Nasional untuk Demokrasi (NLD) yang berkuasa di Myanmar.
Kudeta militer terjadi karena sengketa hasil pemilu November 2020 lalu antara pemerintah sipil dengan militer.
Lewat saluran TV khusus, militer Myanmar mengonfirmasi bahwa negara diambil alih dan menyatakan keadaan darurat selama satu tahun.
Baca juga: PROFIL Jenderal Pemimpin Kudeta di Myanmar, Dikenal Juga Sebagai Otak Pembantaian Etnis Rohingya
Baca juga: Militer Myanmar Ambil Alih Negara Pasca-Tangkap Pemimpin Aung San Suu Kyi, Tetapkan Kondisi Darurat
Lantas siapa sosok Jenderal Senior Min Aung Hlaing dan posisi militer dalam politik Myanmar?
Dilansir The Star, militer Myanmar dikenal tertutup dan bahkan pengamat hanya tahu sedikit tentang cara kerja mereka.
Myanmar selama hampir 50 tahun dipimpin langsung oleh militer setelah kudeta pada 1962.
Bahkan militer sudah lama dinilai sebagai penjaga persatuan nasional.
Sebagai penyusun Konstitusi Myanmar 2008, militer mengabadikan peranny secara permanen dalam sistem politik.
Di bawah Konstitusi 2008, militer otomatis mendapatkan 25 persen kursi parlemen dan ketuanya bisa menunjuk Menteri Pertahanan serta Menteri Dalam Negeri dan Perbatasan.
Mengenai jatah itu, banyak anggota partai termasuk NLD yang dipimpin Aung San Suu Kyi mengalami diskriminasi karena menentang mantan junta.
Posisi Bergengsi Jenderal Gen Min Aung Hlaing
Gen Min Aung Hlaing (64) tidak terlalu aktif dalam politik pada saat ia belajar hukum di Universitas Yangon pada 1972-1974.
"Dia orang yang tidak banyak bicara dan biasanya tidak menonjolkan diri," kata seorang teman sekelasnya kepada Reuters pada 2016.
Pendidikannya berlanjut ke Akademi Layanan Pertahanan (DSA), universitas militer terkemuka di Myanmar setelah tiga kali percobaan masuk pada 1974.
Menurut seorang temah sekelas di DSA, yang berbicara kepada Reuters pada 2016 dan yang masih bertemu dengan panglima militer pada reuni kelas tahunan, Aung Hlaing adalah seorang kadet biasa.
"Dia dipromosikan secara teratur dan lambat," kata teman sekelasnya itu.
Teman tersebut mengaku kaget Jenderal Min Aung Hlaing naik melebihi pangkat menengah korps perwira.
Gen Min Aung Hlaing mengambil alih militer pada 2011 saat transisi menuju demokrasi dimulai.
Para diplomat di Yangon mengatakan di awal masa jabatan pertama Suu Kyi pada 2016, Jenderal Min Aung Hlaing cenderung pendiam dan menjadi politisi serta tokoh masyarakat.
Baca juga: Rekam Jejak Aung San Suu Kyi, Tokoh Nasional Myanmar yang Ditangkap Militer
Akun Facebook resmi Jenderal Min Aung Hlaing diikuti ratusan ribu orang sebelum di-take down pasca serangan militer terhadap etnis minoritas, Muslim Rohingya pada 2017.
Menurut diplomat dan pengamat, Jenderal tinggi Myanmar ini mempelajari transisi politik dan membuat persiapan untuk menghindari krisis seperti di Libya dan negara Timur Tengah pasca perubahan rezim pada 2011.
Panglima Tertinggi ini juga tidak pernah menunjukkan tanda apapun bahwa dia siap untuk menyerahkan 25 persen kursi militer di Parlemen atau mengizinkan perubahan pada klausul dalam Konstitusi yang melarang Suu Kyi menjadi presiden.
Memanasnya hubungan pemerintah sipil dengan militer bermula saat militer meragukan hasil pemilu yang memenangkan Aung San Suu Kyi secara telak.
Diketahui, Jenderal Min Aung Hlaing memperpanjang masa jabatannya di pucuk pimpinan militer selama lima tahun lagi pada Februari 2016 lalu.
Militer Myanmar Dikenai Sanksi karena Dugaan Penyiksaan Etnis Muslim Rohingya
Tindakan keras militer pada 2017, menyebabkan lebih dari 730.000 Muslim Rohingya kabur dari Myanmar ke Bangladesh.
PBB mengatakan, militer Myanmar melakukan pembunuhan massal, pemerkosaan geng, dan pembakaran di lokasi warga Rohingya dengan maksud genosida.
Sebagai tanggapan, Amerika Serikat menjatuhkan sanksi kepada Jenderal Min Aung Hlaing dan tiga pemimpin militer lainnya pada 2019.
Bahkan beberapa kasus operasi militer ini telah masuk di pengadilan internasional, dan sampai saat ini masih berlangsung.
Masih di tahun yang sama, penyelidik PBB mendesak para pemimpin dunia untuk menjatuhkan sanksi keuangan yang ditargetkan pada perusahaan yang terkait dengan militer Myanmar.
(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)