TRIBUNNEWS.COM - Indonesia memimpin Perhimpunan Bangsa-Bangsa Asia Tenggara (ASEAN) dalam upaya menyelesaikan kekacauan di Myanmar.
Pada Rabu (24/2/2021) kemarin, Menteri Luar Negeri (Menlu) RI Retno LP Marsudi telah bertemu dengan Menlu Myanmar yang ditunjuk oleh pemerintah militer atau junta, yaitu Wunna Maung Lwin.
Dalam pertemuan yang dilaksanakan di Bangkok, Thailand itu, Retno juga bertemu dengan anggota parlemen pemerintah Aung San Suu Kyi yang digulingkan, yaitu Pyidaungsu Hluttaw.
Kemudian, Retno melakukan komunikasi secara intensif dengan dua perwakilan pemerintahan militer dan pemerintah sipil tersebut.
Tidak dijelaskan secara detail apa saja yang dibicarakan kedua belah pihak dengan Retno.
Baca juga: Menlu Junta Militer Myanmar Lakukan Pembicaraan dengan Thailand dan Indonesia
Namun, kepada wartawan di Bangkok, Retno mengatakan, ASEAN meminta semua pihak yang terlibat untuk menahan diri dan tidak melakukan kekerasan.
Hal itu untuk menghindari jatuhnya korban dan pertumpahan darah lebih lanjut.
"Kami meminta semua orang untuk menahan diri dan tidak melakukan kekerasan untuk menghindari korban dan pertumpahan darah," kata Retno dikutip dari Channel News Asia.
Bagaimana pun, kata Retno, kesejahteraan rakyat Myanmar adalah prioritas nomor satu saat ini.
Di sisi lain, upaya Indonesia untuk menyelesaikan krisis di Negeri Seribu Pagoda itu justru menimbulkan kecurigaan di kalangan aktivis prodemokrasi.
Para aktivis khawatir pihak-pihak yang berurusan dengan junta akan memberikan legitimasi atas aksi kudeta dan membatalkan hasil Pemilu pada November 2020 lalu.
Baca juga: Bertemu Menlu Thailand, Retno Marsudi Bahas Masalah Myanmar
Adapun sebuah laporan mengatakan, Indonesia mengusulkan agar negara-negara anggota ASEAN mengirim pengawas ke Myanmar.
Nantinya pengawas tersebut harus memastikan para jenderal milliter menepati janji mereka untuk Pemilu baru yang adil.
Hal itu semakin menambah kecurigaan di antara beberapa aktivis prodemokrasi, intervensi Indonesia akan merusak tuntutan mereka.
Lebih lanjut, sejalan dengan aktivis prodemokrasi, Aliansi Bangsa Masa Depan yang berbasis di Myanmar mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa kunjungan Retno ke Myanmar sama saja dengan mengakui junta.
Kelompok tersebut lalu menyerukan bahwa para pejabat asing harus bertemu dengan Htin Lin Aung.
Htin Lin Aung adalah seorang anggota CRPH yang merupakan satu-satunya pejabat yang bertanggung jawab untuk hubungan luar negeri.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)