Perwira militer dari Amerika Serikat dan rekan-rekannya bergabung untuk mengutuh pembunuhan yang dilakukan pasukan keamanan Myanmar.
Pernyataan mereka mengatakan bahwa militer profesional harus mengikuti standar perilaku internasional dan bertanggung jawab untuk melindungi, bukan merugikan orang-orang yang dilayaninya.
Lebih lanjut, Pelapor Khusus PBB Tom Andrews mengatakan sudah waktunya bagi dunia untuk mengambil tindakan.
Tindakan tersebut bisa melalui Dewan Keamanan PBB kemudian melalui pertemuan puncak darurat internasional.
Tom Andrews mengatakan junta harus di-blacklist dari pendanaan, seperti pendapatan minyak dan gas, serta dari akses ke senjata.
Selain itu, menurutnya, kata-kata kecaman kepada junta dan keprihatinan terhadap rakyat Myanmar tidak begitu berguna.
Sebab, junta akan terus melakukan tindakan kekerasan bahkan pembunuhan massal terhadap penentangnya.
Baca juga: Markas NLD Aung San Suu Kyi di Yangon Myanmar Dilempar Bom Molotov, Sebabkan Kebakaran
Adapun yang dibutuhkan rakyat Myanmar adalah dukungan dan tindakan yang kuat serta terkoordinasi.
"Kata-kata kecaman atau keprihatinan terus terang terdengar hampa bagi rakyat Myanmar sementara junta militer melakukan pembunuhan massal terhadap mereka," kata Tom Andrews, masih melansir sumber yang sama.
"Rakyat Myanmar membutuhkan dukungan dunia. Kata-kata saja tidak cukup. Sudah lewat waktu untuk tindakan yang kuat dan terkoordinasi," lanjutnya.
Terlepas dari kecaman Barat, junta Myanmar masih memiliki sekutu di negara lain.
Di antaranya, Wakil Menteri Pertahanan Rusia Alexander Fomin.
Alexander Fomin diketahui menghadiri parade militer pada Sabtu di Naypyidaw, setelah bertemu dengan para pemimpin senior junta sehari sebelumnya.
Para diplomat mengatakan delapan negara, yaitu Rusia, China, India, Pakistan, Bangladesh, Vietnam, Laos dan Thailand, mengirim perwakilan mereka untuk menghadiri parade.
Namun Rusia adalah satu-satunya negara yang mengirim menteri ke peringatan Hari Angkatan Bersenjata itu.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)
Berita lain terkait Kudeta Myanmar