Beberapa dari mereka yang berada di kamp adalah korban ideologi ekstremis ISIS, dan mereka diperangi, disiksa, dan dibunuh oleh sisa-sisa elemen organisasi yang tersebar di kamp tersebut.
Pengungsi ada yang menganut agama Yazidi. Kelompok ini dianggap bukan muslim, sehingga jadi sasaran hukuman mati ala ISIS.
Ancaman ISIS terhadap orang-orang di dalam kamp bukanlah omong kosong. Tercatat sudah ada 34 pembunuhan hanya tercatat selama tiga bulan pertama 2021.
Tidak hanya pembunuhan yang mengancam kamp. Memburuknya kondisi kehidupan dan ketidakamanan, kamp kini dalam keadaan kacau dan terancam.
Penduduk menderita baik dari ISIS atau dari kondisi kehidupan yang sulit seperti kelaparan dan kedinginan.
Pada 2019, seorang gadis meninggal akibat flu parah dan perawatan kesehatan yang buruk. Ini hanya satu di antara banyak kecelakaan kematian anak akibat memburuknya kondisi kesehatan dan cuaca.
UNICEF Serukan Pemulangan Anak-anak ISIS
Inilah yang memaksa UNICEF menyerukan pemulangan anak-anak dan perempuan yang pernah menjadi warga negara barat dan Eropa, ke negara asalnya.
Pada saat yang sama pemerintah negara-negara tersebut menolak menerima mereka kembali karena takut akan penyebaran ideologi ekstremis di negara mereka.
Apalagi setelah muncul ketakutan anak-anak keluarga ini mulai memeluk ide Wahabi ISIS, dan mereka terdengar meneriakkan slogan ISIS di kamp.
Banyak remaja kamp menjadi ekstremis yang mungkin menjadi ancaman bagi negara kebangsaan mereka. .
Wakil Menteri Pertahanan AS Michael Mallory mengatakan dalam wawancaranya dengan Council on Foreign Relations banyak anak kamp mempelajari ideologi dan kepercayaan ISIS.
Kini mereka menghuni kamp dan hanya memiliki satu sudut pandang dan satu filosofi ala ISIS.
Mallory mengklaim jika komunitas internasional tidak menemukan cara merehabilitasi dan mengintegrasikan mereka ke dalam masyarakat, maka generasi penerus mereka adalah ISIS baru.