Baru-baru ini, beberapa anggota suku lain, termasuk Deby's Zaghawa, dilaporkan bergabung dengan FACT.
Sementara Mahadi berhasil menjalin koordinasi yang longgar dengan kelompok lain.
Tak lain Front Nasional untuk Demokrasi dan Keadilan di Chad (FNDJT), yang terdiri dari Tubu dan beberapa Zaghawa.
Mereka mengikuti FACT ke Chad utara dalam serangan minggu lalu.
Union of Resistance Forces (UFR) yang sebagian besar beranggotakan Zaghawa juga membawa dukungan politik.
Sejak kematian Deby, FACT kemungkinan akan mendapatkan dukungan yang lebih populer di antara kelompok pemberontak lain serta populasi Chad yang lebih luas.
Namun juga akan bergantung pada seberapa besar gerakan tersebut berhasil tampil untuk memperjuangkan lebih dari satu suku atau malah berakhir terlibat dalam perseteruan suku.
Al Jazeera: Seberapa baik perlengkapan anggota FACT dan apa hubungan mereka dengan Haftar?
Tubiana: Mereka dilaporkan mengerahkan 400-450 mobil dengan peralatan militer berat yang mengejutkan tentara Chad.
Meski demikian, tentara Chad sampai sekarang mampu menghalau serangan tersebut.
Tetapi serangan itu dan fakta para pemberontak dapat menyeberang dari Libya ke Chad dengan semua peralatan yang diberikan selama bertahun-tahun oleh Haftar.
Ini menimbulkan pertanyaan tentang loyalitas Haftar, atau setidaknya kemampuannya untuk mengendalikan pasukan asing yang dia dukung.
Baik loyalis Deby maupun Prancis pasti sangat marah dengan Haftar.
Dengan Haftar juga didukung oleh Rusia, ada desas-desus bahwa pemberontak dilatih oleh kontraktor militer Rusia Wagner.
Namun, belum ada bukti bahwa Wagner atau Haftar melengkapi pemberontak untuk berperang di luar Libya.
Tetap saja, pertanyaan tetap muncul.
Al Jazeera: Apa arti pengangkatan Mahamat Idriss Deby bagi situasi keamanan yang sedang berlangsung di Chad, serta apa yang Anda harapkan dari pengangkatannya?
Tubiana: Mahamat Deby, juga dikenal sebagai Mahamat “Kaka”, adalah seorang jenderal berusia tiga puluhan.
Dalam beberapa tahun terakhir, ia memimpin Pengarahan Umum Badan Keamanan Lembaga Negara (DGSSIE), atau pengawal elit di bawah kepresidenan.
Sebelumnya, dia mendapatkan reputasi militernya sebagai wakil komandan pasukan Chad di Mali.
Ini memberinya, meskipun usianya masih muda, beberapa legitimasi di dalam ketentaraan.
Namun, ini tidak berarti bahwa peran barunya di dewan militer transisi didukung dengan suara bulat oleh suku Zaghawa.
Tetapi tampaknya mendapat dukungan dari Prancis, dalam kesempatan yang terlewatkan untuk mendukung transisi yang lebih inklusif dan dipimpin sipil.
Berikut ini berita lain terkait Pemberontakan di Chad
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)