News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Guru Besar UI Ungkap Makna No Vote atau Against oleh Indonesia Terkait R2P di Sidang PBB

Penulis: Srihandriatmo Malau
Editor: Johnson Simanjuntak
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Menteri Luar Negeri RI Retno Marsudi menghadiri sesi khusus Sidang Majelis Umum PBB untuk menanggapi Pandemi Covid-19 yang diselenggarakan secara virtual dari New York tanggal 3-4 Desember 2020.

Terakhir, pembahasan R2P kemarin sama sekali tidak terkait masalah kekerasan yang terjadi di tanah Palestina.

Indonesia dan pemerintahnya telah berkomitmen untuk mendukung rakyat Palestina yang tertindas dalam memperoleh kemerdekaannya.

Sangat disayangkan tindakan UN Watch yang mengkatagorikan negara-negara anggota PBB yang tidak setuju pembahasan tahunan terhadap R2P dalam 'Daftar Malu' (List of Shame).

“Tidak jelas apa yang dimaksud dan apa yang menjadi kriteria peng-katagorisasi-an oleh UN Watch sehingga negara anggota PBB dimasukkan dalam Daftar Malu tersebut,” katanya.

Sebelumnya diberitakan, Indonesia menolak resolusi Sidang Umum PBB tentang tanggung jawab untuk melindungi dan mencegah genosida, kejahatan perang, pembantaian etnis, dan kejahatan terhadap kemanusiaan.

Mengutip VOA Indonesia, Kamis (20/5/2021), dilaporkan dalam pemungutan suara yang berlangsung di markas besar PBB di Kota New York, Amerika Serikat, Selasa lalu, 115 negara menyatakan mendukung, 15 negara menolak, dan 28 negara lainnya memilih abstain.

Selain Indonesia, yang juga menolak resolusi itu adalah Korea Utara, Kirgistan, Nikaragua, Zimbabwe, Venezuela, Burundi, Belarusia, Eritrea, Bolivia, Rusia, Cina, Mesir, Kuba, dan Suriah.

Dalam penjelasannya, Kamis (20/5/2021), Direktur Jenderal Multilateral Kementerian Luar Negeri Febrian Alphyanto Ruddyard, menegaskan Indonesia bukannya menolak pembahasan isu pencegahan genosida dan kejahatan perang, melainkan menentang isu yang bersifat prosedural. 

Menurut Febrian, resolusi R2P (Responsibility to Protect) yang dihasilkan pada KTT Dunia 2005 sudah dibahas dalam Sidang Majelis Umum PBB sejak 2009 di bawah mata agenda bernama Hasil dari KTT Dunia 2005.

Kemudian pada 2017, Australia dan Ghana meminta supaya R2P dimasukkan dalam agenda tambahan secara khusus dengan komitmen hanya berlaku setahun namun diperpanjang sampai tahun lalu.

Hingga akhirnya, tahun ini muncul permintaan R2P dijadikan agenda tetap tersendiri, terlepas dari agenda Hasil dari KTT Dunia 2005.

"Di titik ini ada perbedaan pandangan dengan kita. Karena bagi Indonesia, sudah jelas yang namanya R2P adalah mandat atau amanah KTT Dunia tahun 2005 di mana harus dibahas dan agendanya sudah ada. Jadi kita merasa lebih baik dibahas di agenda yang sudah ada seperti sejak tahun 2009," kata Febrian.(*)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini