Ribuan roket ditembakkan dan protes internasional terjadi atas kehancuran dan hilangnya nyawa warga sipil secara besar-besaran.
Pada Desember 2014, Netanyahu memecat dua anggota kabinetnya karena mengkritik pemerintah dan memprakarsai pembubaran parlemen koalisi, padahal pemilihan akan diadakan pada Maret 2015.
Pada Maret 2015, dua minggu sebelum pemilihan negaranya, Netanyahu berpidato di depan Kongres AS untuk mengkritik kebijakan Amerika tentang program nuklir Iran.
Sementara Presiden Obama mempertahankan rencana tersebut.
Baca juga: Sidang Korupsi Terhadap PM Israel Netanyahu Dilanjutkan di Yerusalem
Pemilihan 2015 di Tengah Kontroversi
Netanyahu memenangkan pemilu pada pertengahan Maret 2015.
Ia mengalahkan Isaac Herzog dari aliansi Uni Zionis, yang lebih fokus pada masalah domestik selama kampanyenya.
Partai Likud memperoleh 30 gugatan parlemen dan diarahkan untuk menjadi kepala pemerintahan koalisi.
Baca juga: Sidang Korupsi Terhadap PM Israel Netanyahu Dilanjutkan di Yerusalem
Hambatan Dua Negara
Pada 6 Desember 2017, Presiden AS Donald Trump mengumumkan, pemerintahannya secara resmi mengakui Yerusalem sebagai Ibu Kota Israel.
Langkah ini dikritik oleh Otoritas Palestina dan sebagian besar negara anggota PBB, tetapi dipuji oleh pemimpin Israel.
"Orang-orang Yahudi dan negara Yahudi akan selamanya bersyukur," kata Netanyahu.
Ia menyebut keputusan itu "berani dan adil."
Untuk memperkuat dukungan tersebut, Parlemen Israel memberlakukan undang-undang baru pada awal Januari 2018.
UU itu mensyaratkan pemungutan suara mayoritas untuk ratifikasi kesepakatan perdamaian apa pun yang termasuk menyerahkan bagian dari Yerusalem.
Pada Januari 2020, Netanyahu muncul bersama Trump di Gedung Putih.
Trump mengusulkan solusi dua negara yang memungkinkan pencaplokan Israel atas permukiman Tepi Barat dan pembentukan Ibu Kota Palestina di East Jersusalem.
Netanyahu menyebut rencana itu sebagai "visi perdamaian, yang bersejarah."
Baca juga: PM Netanyahu Pilih Sosok Berinisial I Pimpin Dinas Rahasia Mossad
Investigasi dan Protes
Pada Agustus 2017 terungkap, Netanyahu telah ditetapkan sebagai tersangka dalam dua penyelidikan atas tuduhan "penipuan, pelanggaran kepercayaan, dan suap."
Satu kasus melibatkan penerimaan hadiah dari dua pengusaha terkemuka.
Sementara yang kedua pada dugaan upayanya memaksa surat kabar agar meliput masa jabatannya yang lebih menguntungkan.
Selanjutnya, Partai Likud mensponsori apa yang disebut "RUU Rekomendasi" untuk membatasi informasi bagi publik selama penyelidikan dan mengakhiri praktik polisi yang merekomendasikan kepada jaksa penuntut apakah akan mendakwa tersangka.
RUU tersebut memicu kemarahan dari para kritikus.
Mereka melihat sebagai upaya terang-terangan untuk melindungi Netanyahu.
Pada 2 Desember 2017, beberapa hari sebelum parlemen diharapkan meratifikasi RUU tersebut, penentang mengadakan demonstrasi massal di Tel Aviv yang melibatkan sekitar 20.000 pengunjuk rasa.
Keesokan harinya, Netanyahu mengatakan telah menginstruksikan sekutu politiknya untuk mengubah rancangan undang-undang tersebut sehingga tampaknya tidak bertentangan dengan penyelidikan yang sedang berlangsung.
Pada 13 Februari 2018, polisi Israel merilis pernyataan, mereka mengatakan ada cukup bukti dari dua penyelidikan untuk mendakwa Netanyahu atas penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan.
Namun, Netanyahu menepis anggapan akan dikenakan hukuman.
Ia mengatakan di TV akan terus menjadi perdana menteri dan tuduhan itu "tidak akan berakhir dengan apa-apa."
Satu tahun kemudian, Jaksa Agung Avichai Mandelblit mendakwa Netanyahu atas berbagai tuduhan.
Baca juga: Ribuan Orang Unjuk Rasa di Luar Kediaman Netanyahu, Tuntut PM Israel itu Mengundurkan Diri
Pemilu 2019 dan 2020
Di tengah dakwaan, Netanyahu menghadapi tantangan dalam pemilihan perdana menteri dari mantan panglima militer Benny Gantz, pemimpin aliansi sentris Blue and White.
Pada 10 April 2019, setelah pemilihan, Gantz mengakui kekalahan dari lawannya.
Namun, karena Netanyahu tidak dapat membentuk koalisi mayoritas, Knesset memilih untuk membubarkan diri dan mengadakan pemilihan lagi.
Pemilu nasional kedua yang diadakan 17 September 2019, menghasilkan 33 kursi untuk Partai Biru Putih dan 32 untuk Likud.
Presiden Reuven Rivlin memberi Netanyahu kesempatan pertama untuk membentuk pemerintahan, lalu menyerahkan tugas tersebut kepada Gantz.
Netanyahu mengalami kesulitan lagi dalam pemilihan nasional pada Maret 2020 yang membuat Likud kekurangan koalisi mayoritas.
Anggota parlemen Israel kemudian mendukung Gantz untuk membentuk pemerintahan, meskipun negosiasi antara Blue and White dan Likud dipersulit oleh wabah virus korona.
Baca juga: Sudah Didemo 6 Bulan, PM Israel Benjamin Netanyahu Belum Mundur dari Posisinya
Dakwaan
Pada 21 November 2019, Jaksa Agung Israel mengumumkan dakwaan penyuapan, penipuan, dan pelanggaran kepercayaan terhadap Netanyahu.
Setelah mencabut permintaan imunitasnya, perdana menteri secara resmi didakwa pada Januari 2020.
Baca juga: Eks Kepala CIA John Brennan Sebut PM Israel Netanyahu Politikus Tak Punya Etika
Kehidupan pribadi Netanyahu
Netanyahu memiliki seorang istri, Sara, seorang psikolog anak.
Mereka memiliki dua anak bersama: Yair dan Avner.
Netanyahu juga memiliki seorang putri, Noa, dari pernikahan sebelumnya yang berakhir pada 1978.
Berita lain terkait Benjamin Netanyahu
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)