TRIBUNNEWS.COM - Seorang pemain bola voli Serbia, Sanja Djurdjevic, dilarang bermain dua pertandingan setelah melakukan gerakan rasis selama pertandingan melawan Thailand pekan lalu.
Dalam tayangan ulang kamera terlihat, Sanja Djurdjevic menyipitkan matanya dengan jari-jarinya. Aksinya ini menyebabkan kemarahan warganet.
Pemain tersebut telah meminta maaf bersama dengan Federasi Bola Voli Serbia, yang menggambarkan insiden itu sebagai "kesalahpahaman sederhana".
Federasi juga telah didenda 20.000 franc Swiss (lebih dari Rp 300 juta).
Federasi Bola Voli Internasional (FIVB) mengatakan Selasa (8/6) waktu setempat bahwa, uang denda ini akan disumbangkan untuk "mengatasi perilaku diskriminatif dan/atau untuk mendanai program pendidikan tentang kepekaan budaya untuk Keluarga Bola Voli global.”
Baca juga: Usai Kalah di Final Liga Eropa, Marcus Rashford Hadapi 70 Ejekan Rasis di Media Sosial
Djurdjevic tak dapat ikut bermain saat timnya bertanding melawan Belgia dan Kanada.
Dia membuat gerakan itu selama pertandingan di Italia pada 1 Juni, mendorong ribuan orang untuk menandatangani petisi yang menyerukan agar dia didisiplinkan atas tindakannya.
Djurdjevic disebutkan sudah meminta maaf dalam serangkaian posting di akun Instagram-nya.
Federasi Bola Voli Serbia juga menyampaikan permohonan maaf, dengan mengatakan bahwa mereka "sedih dengan kejadian baru-baru ini" dan "sikap yang tidak menguntungkan".
"Kami meminta maaf dengan tulus kepada tim Thailand, rakyat Thailand, dan kepada Anda semua yang terkena dampak ini," tulis federasi di Facebook.
Baca juga: Profil Thierry Henry, Legenda Arsenal yang Getol Tolak Rasisme di Media Sosial
"Tolong jangan membesar-besarkan ini di luar proporsi! Sanja menyadari kesalahannya dan dia segera meminta maaf kepada seluruh tim Thailand. Dia hanya ingin menunjukkan kepada rekan satu timnya 'mari kita mulai bermain bertahan seperti mereka sekarang', dia tidak bermaksud apa-apa. tidak hormat. Tentu saja, itu sangat disayangkan,” sebut Federasi itu seperti dikutip dari BBC.
Insiden itu terjadi di tengah meningkatnya retorika anti-Asia dan serangan terhadap orang-orang Asia sejak pandemi virus corona dimulai tahun lalu.
Di AS, kelompok advokasi Stop AAPI mengatakan telah menerima lebih dari 2.800 laporan tentang insiden kebencian yang ditujukan pada orang Asia-Amerika dan Kepulauan Pasifik secara nasional tahun lalu. (Tribunnews.com/BBC/Hasanah Samhudi)