News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Bocah Asal Indonesia Ditangkap Aparat Filipina Karena Hendak Melakukan Bom Bunuh Diri

Editor: Hasanudin Aco
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Kelompok militan Abu Sayyaf di Filipina

Konsulat Jenderal Republik Indonesia (KJRI) Davao belum memperoleh pemberitahuan resmi dari pemerintah Filipina tentang bocah WNI yang disebut akan dipersiapkan oleh Abu Sayyaf untuk menjadi pengebom bunuh diri atau “pengantin”

TRIBUNNEWS.COM, MANILA - Surat kabar Manila Bulletin melaporkan bahwa operasi gabungan militer dan polisi Filipina terhadap kelompok Abu Sayyaf pada pekan lalu berhasil menyelamatkan seorang anak Indonesia, bernama Aisyah.

Dia adalah anak dari pasangan Rullie Rian Zeke dan Ulfa Handayani Saleh.

Kedua orang itu merupakan pengebom bunuh diri gereja katedral di Pulau Jolo, selatan Filipina pada 2019.

Penyergapan dilakukan di Kota Patikul, Sulu.

Dalam operasi tersebut anggota Abu Sayyaf bernama Sawi, yang berada di bawah kendali seorang pemimpin bernama Arnah Patit, berhasil ditembak mati.

Baca juga:  Filipina Tewaskan 4 Militan Abu Sayyaf, Termasuk Komandan Dan Calon Pengantin Bom Bunuh Diri

Kepada VOA, Konsul Jenderal Indonesia di Kota Davao, Filipina Selatan, Dicky Fabrian, menjelaskan hingga saat ini pihak Konsulat jenderal Republik Indonesia (KJRI) Davao belum memperoleh pemberitahuan resmi dari pemerintah Filipina.

Dia menambahkan pihaknya mendapat kabar mengenai bocah Indonesia itu dari rilis terbuka yang diumumkan militer Filipina.

"Berbicara mengenai notifikasi resmi dari pemerintah Filipina, sampai hari ini belum ada ke kita. Kita dapat beritanya dari sumber terbuka bahwa ada WNI (warga negara Indonesia) yang ditahan atau diselamatkan oleh aparat keamanan Filipina atas nama Aisyah, perempuan, umur katanya 13 tahun," kata Dicky.

Dicky mengaku belum memperoleh informasi apakah Aisyah yang diselamatkan aparat keamanan Filipina itu adalah anak Indonesia yang dipersiapkan oleh Abu Sayyaf untuk menjadi pengebom bunuh diri.

Menurut Dicky, KJRI Davao sudah mengirimkan permintaan akses kekonsuleran untuk menemui Aisyah, tetapi sampai sekarang permintaan tersebut belum dipenuhi.

Berdasarkan rilis dari militer Filipina, lanjut Dicky, Aisyah sekarang ini berada dalam perlindungan militer Filipina di Provinsi Sulu.

Aisyah adalah adik dari Cici yang sudah ditahan pihak berwenang Filipina terkait kegiatan terorisme.

Kepada militer Filipina, Cici mengaku sebagai warga negara Malaysia.

Namun, pihak keamanan merasa yakin Cici merupakan warga negara Indonesia.

Dicky menambahkan dirinya sudah bertemu Cici di Kota Zamboanga.

Dia mengaku orang Indonesia.

Dia membenarkan bahwa orang tuanya, yaitu Rullie Rian Zeke dan Ulfa Handayani Saleh, adalah pelaku bom bunuh diri di katedral di Jolo dua tahun lalu.

Ibunya bernama Ulfa Handayani Saleh dari Makassar dan ayahnya bernama Rullie Rian Zeke, orang Padang.

Kepada Dicky, Cici bercerita bahwa ibunya mengajaknya bersama dua adiknya, Aisyah dan Abdullah, ke Filipina untuk bertemu ayah mereka.

Cici sekarang ini berumur 17 tahun.

Mereka berempat pergi ke Filipina sekitar 2017 atau 2018 dan transit lebih dulu di Malaysia.

Di negara jiran itu, Cici dipaksa menikah dengan pria Indonesia bernama Andi Baso.

Mereka berlima lantas pergi ke Filipina Selatan melalui jalur tidak resmi dan tiba di Jolo.

Di sanalah Cici bersama ibu dan dua adiknya, Aisyah serta Abdullah, bertemu ayah mereka.

Namun Cici dan suaminya, Andi Baso, tinggal terpisah dengan orang tua Cici.

Ayah dan ibu Cici bersama Aisyah dan Abdullah menetap di lokasi lain.

Dengan alasan ingin mengambil uang untuk pulang ke Indonesia, orang tua bersama kedua adiknya pergi meninggalkan Cici dan suaminya.

Itulah kali terakhir Cici bertemu mereka hingga mendapat kabar orang tuanya tewas setelah melakukan serangan bom bunuh diri di Jolo.

Dicky mengaku belum mengetahui nasib Abdullah, adik bungsu dari Aisyah. Sebab di dalam rilis yang dilansir militer Filipina tidak disebutkan mengenai Abdullah.

Pengamat terorisme dari Universitas Indonesia Muhammad Syauqillah mengatakan pihak berwenang Indonesia harus mengevaluasi secara langsung tentang kadar radikalisme Aisyah sebelum memutuskan apakah akan dikembalikan kepada keluarganya di Indonesia atau tidak.

"Setiap warga negara Indonesia, apapun itu kebijakannya, perlu ada penilaian dari aparat keamananb kita, dalam konteks ini adalah BNPT (Badan Nasional Penanggulangan Terorisme) dan Densus 88. Jadi perlu dinilai dulu (kadar radikalisme Aisyah) sebelum diputuskan langkah selanjutnya," ujar Syauqillah.

Syauqillah menambahkan kasus yang menimpa Aisyah mirip sejumlah keluarga Indonesia lainnya yang mengajak anggota keluarga mereka ke Suriah untuk berjihad.

Setelah ISIS jatuh di Irak dan Suriah, Filipina Selatan menjadi tempat baru untuk berjihad bersama keluarga seperti dilakoni oleh orang tua Aisyah.

Menurut Syauqillah, pelibatan keluarga dalam berjihad sudah berlangsung lama sejak era Jamaah Islamiyah.

Namun, sekarang ini anggota keluarga, seperti istri dan anak, juga dilibatkan dalam lakukan serangan teror atau bom bunuh diri. 

Sumber: VOA Indonesia

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini