News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Perang Afghanistan

2.500 Warga Afghanistan yang Bantu Militer Asing selama Perang Dievakuasi ke AS

Penulis: Ika Nur Cahyani
Editor: Daryono
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Ilustrasi Tentara AS - Rombongan pertama penerjemah Afghanistan untuk militer AS selama perang telah dievakuasi dan diperkirakan tiba di AS pada Kamis (29/7/2021).

TRIBUNNEWS.COM - Rombongan pertama penerjemah Afghanistan untuk militer AS selama perang telah dievakuasi dan diperkirakan tiba di AS pada Kamis (29/7/2021).

Rombongan pertama ini terdiri dari 2.500 penerjemah sekaligus keluarga mereka.

Kini mereka akan tinggal di Pangkalan Angkatan Darat Fort Lee dekat Washington DC untuk menyelesaikan proses Visa Imigran Khusus (SIV).

Dilansir BBC, program SIV ditawarkan untuk warga Afghanistan yang bersedia bekerja sama dengan pemerintah AS atau militer asing selama Perang Afghanistan. 

Sejak militer asing menarik pasukannya, Taliban makin meningkatkan kekuatan.

Baca juga: Warga Afganistan Berbondong Bikin Paspor untuk Menyelamatkan Diri dari Taliban

Baca juga: AS Lakukan Serangan Udara Lawan Taliban dan Janji Dukung Pasukan Afganistan

Dalam foto file ini, personel militer Afghanistan berjalan di dekat bandara selama pertempuran antara militan Taliban dan pasukan keamanan Afghanistan di Kunduz pada 1 Oktober 2015. Amerika Serikat menyerukan pada 22 Juni 2021 untuk mengakhiri kekerasan di Afghanistan, menyalahkan Taliban pemberontak untuk sebagian besar pertumpahan darah, tiga hari menjelang kunjungan Presiden Ashraf Ghani ke Gedung Putih.  (Wakil KOHSAR / AFP)

Hal ini turut mengancam para penerjemah yang bekerja sama dengan pasukan AS.

Angkatan Darat AS akan menampung 2.500 warga Afghanistan ini di Fort Lee.

Mereka akan tinggal sampai semua proses pemeriksaan untuk visa selesai.

Sejak 2008, sekitar 70.000 warga Afghanistan yang telah menerima SIV dimukimkan di AS, menurut pejabat.

Pekan lalu, seorang pejabat senior Departemen Luar Negeri AS mengatakan jumlah total pelamar SIV mencapai lebih dari 20.000.

Sekitar setengah pelamar belum menyelesaikan langkah pertama proses pengajuan.

Mantan Komandan Batalion Angkatan Darat AS yang dikirim ke Afghanistan, Mike Jason mengatakan bahwa para penerjemah ini dalam bahaya.

Apalagi jika mereka mencoba melintasi wilayah yang dikuasai Taliban dengan membawa dokumen untuk pengajuan SIV.

"Itu pada dasarnya adalah pengakuan bahwa Anda adalah seorang penerjemah yang bekerja untuk orang Amerika," katanya.

DOKUMENTASI: Foto yang diambil pada 5 Juli 2021 menunjukkan pemandangan umum landasan pacu di dalam Pangkalan Udara AS di Bagram, Afghanistan. (AFP)

"Kami meminta mereka untuk bepergian dengan bukti," lanjut Jason.

Organisasi nirlaba No One Left Behind memperkirakan bahwa setidaknya 300 sekutu Afghanistan atau anggota keluarga penerjemah telah terbunuh.

Taliban digulingkan dari kekuasaan oleh invasi pimpinan AS pada 2001.

Belakangan ini, Taliban semakin memperlebar wilayah kekuasaannya dalam dua bulan terakhir.

Hal ini bertepatan dengan keluarnya pasukan AS dan sekutu untuk mengakhiri Perang Afghanistan sejak 2001.

Bahkan kelompok militan ini mengklaim telah menguasai 85% wilayah Afghanistan, namun telah dibantah pemerintah.

Dilaporkan Guardian, pada Rabu (28/7/2021) Taliban bertemu dengan Menteri Luar Negeri China Wang Yi, di Kota Tianjin.

Foto-foto menunjukkan Wang menyambut Mullah Abdul Ghani Baradar, salah satu pendiri dan kepala komisi politik Taliban.

Pemimpin gerakan dan perunding Taliban Abdul Latif Mansoor (kanan), Shahabuddin Delawar (tengah) dan Suhail Shaheen (kiri) berjalan untuk menghadiri konferensi pers di Moskow pada 9 Juli 2021. (Dimitar DILKOFF / AFP)

Baca juga: Presiden Duterte Pulihkan Perjanjian Kehadiran Pasukan Amerika Serikat di Filipina

Baca juga: INI Tiga Tuntutan China ke Amerika Serikat Jika Ingin Hubungan Tidak Memburuk, Termasuk Cabut Sanksi

Wang menyebut penarikan pasukan asing merupakan kegagalan kebijakan AS di Afghanistan.

Dia juga mengatakan Taliban merupakan kekuatan militer dan politik yang penting serta mendesak kelompok ini melakukan pembicaraan damai.

Menanggapi hal ini, Menteri Luar Negeri AS Antony Blinken, mengatakan bahwa pertemuan antara Beijing dan Afghanistan bisa menjadi "hal yang positif".

AS nampaknya lebih ingin mencegah perang saudara daripada menentang pengaruh China di Afghanistan.

(Tribunnews/Ika Nur Cahyani)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini