TRIBUNNEWS.COM - Moderna, perusahaan farmasi yang vaksinnya menjadi salah satu yang terdepan dalam penanganan Covid-19, kini mulai mencoba uji klinis untuk vaksin HIV.
Dalam laporan BioSpace, Moderna kemungkinan akan mengumumkan uji klinis pada manusia paling cepat minggu ini.
Perusahaan itu dikabarkan akan merekrut 56 orang HIV-positif antara usia 18 hingga 50 tahun untuk uji coba fase satu.
Fase satu itu nantinya akan menentukan keamanan, efektivitas, dan validitas vaksin secara keseluruhan.
Dua versi vaksin HIV akan digunakan dalam pengujian.
Ada empat kelompok yang menerima variasi vaksin yang berbeda.
Baca juga: Tidak Hanya Tes dan Pengobatan, Hentikan HIV Dimulai dari Pencegahan dan Berantas Stigma Negatif
Baca juga: Upaya Pemerintah Selama Pandemi Covid-19 Lakukan Percepatan Stop HIV Tahun 2030
Penelitian dan uji coba lebih lanjut perlu dilakukan untuk sepenuhnya menentukan seberapa baik vaksin bekerja untuk melindungi orang dari HIV.
Uji coba fase satu diperkirakan akan berlangsung hingga Maret 2023.
Moderna menggunakan teknologi yang sama dengan pembuatan vaksin Covid-19, yaitu teknologi mRNA.
"Berdasarkan keberhasilannya dalam melindungi dari COVID-19, saya berharap teknologi mRNA akan merevolusi kemampuan kita untuk mengembangkan vaksin melawan patogen lain, seperti HIV dan influenza," ujar kepala Asosiasi Pengobatan HIV Rajesh Gandhi.
Berbicara dengan Independent, ahli imunologi Imperial College London Robin Shattock mengatakan bahwa vaksin HIV yang efektif "masih jauh" dari sekarang.
Tetapi terlepas dari itu, langkah ini dilihat sebagai "langkah maju yang potensial dalam perjalanan yang sangat panjang."
Diperkirakan 38 juta orang di seluruh dunia hidup dengan HIV, yang telah merenggut nyawa lebih dari 36 juta orang sejak pertama kali muncul di tahun 80-an.
Uji Coba Vaksin HIV Diluncurkan di Universitas Oxford
Di samping Moderna, Universitas Oxford juga melakukan uji coba vaksin HIV dan bahkan sudah dimulai.
Awal Juli lalu, para peneliti di Universitas Oxford Inggris telah memberikan dosis pertama dari vaksin HIV potensial kepada peserta, sebagai bagian dari uji klinis fase satu yang diluncurkan pada hari Senin (5/7/2021).
Percobaan yang disebut HIV-CORE 0052 itu bertujuan untuk mengevaluasi keamanan, tolerabilitas, dan imunogenisitas dari vaksin HIVconsvX.
"Proyek ini merupakan bagian dari European Aids Vaccine Initiative, yang didanai oleh Komisi Eropa," kata univesitas tersebut.
Dikutip dari laman Russia Today, Selasa (6/7/2021), vaksin ini dikenal sebagai 'mosaik', yang berarti dapat menargetkan berbagai varian HIV-1 dan berpotensi menjadi vaksin yang cocok untuk digunakan di seluruh dunia.
Baca juga: Nasib Penderita HIV/AIDS di Masa Pandemi, Ini yang Jadi Persoalan Mereka
Para peneliti ini akan memberikan dua dosis vaksin dalam rentang waktu empat minggu kepada 13 orang dewasa HIV-negatif yang sehat, berusia antara 18 hingga 65 tahun yang tidak dianggap berisiko terinfeksi.
Peneliti utama uji coba yang juga seorang Profesor Imunologi Vaksin di Institut Jenner Universitas Oxford, Tomas Hanke mengatakan dalam sebuah pernyataan bahwa vaksin HIV yang efektif telah sulit dipahami selama 40 tahun.
"Percobaan ini adalah yang pertama dari serangkaian evaluasi strategi vaksin baru pada orang HIV-negatif untuk pencegahan dan pada orang yang hidup dengan HIV untuk penyembuhan," kata Hanke.
Penelitian Oxford ini bekerja dengan merangsang respons kekebalan tubuh melalui sel T yang membunuh patogen tertentu.
Tidak seperti kebanyakan kandidat vaksin HIV lainnya yang menginduksi antibodi yang dibuat oleh sel B untuk melawan virus.
Perlu diketahui, HIV menyerang sistem kekebalan tubuh dan dapat berkembang menjadi AIDS yang mengancam jiwa jika tidak segera ditangani.
Pada tahun 2014, Perserikatan Bangsa-bangsa (PBB) mengumumkan target 'jalur cepat' untuk mengurangi jumlah orang yang baru terinfeksi virus menjadi 500.000 pada tahun 2020.
Namun, pada tahun lalu kasus HIV melonjak menjadi sekitar 1,5 juta kasus baru.
Tim peneliti Oxford pun berharap dapat melaporkan hasil penelitian ini pada April tahun depan.
Selain itu, ada pula rencana untuk memulai uji coba serupa di Eropa, Afrika, dan Amerika Serikat (AS).
(Tribunnews.com, Tiara Shelavie/Fitri Wulandari)