TRIBUNNEWS.COM - Salah satu pendiri Taliban, Mullah Nooruddin Turabi, mengatakan kelompok itu akan kembali menerapkan hukuman eksekusi dan potong tangan, meski tidak digelar di depan umum.
Dalam sebuah wawancara dengan kantor berita The Associated Press, Turabi mengabaikan kemarahan dunia atas hukuman eksekusi Taliban di masa lalu, yang kadang dilakukan di hadapan orang banyak di sebuah stadion.
Karena itu, ia memperingatkan dunia agar tidak ikut campur dengan pemerintahan baru Afghanistan.
"Semua orang mengkritik kami atas hukuman yang dilakukan di stadion, tetapi kami tidak pernah mengatakan apapun tentang aturan dan hukuman mereka," katanya kepada AP di Kabul.
"Tidak seharusnya orang-orang memberi tahu kami bagaimana seharusnya kami menerapkan hukuman. Kami akan mengikuti Islam dan membuat hukum berdasarkan Alquran," imbuhnya.
Baca juga: Taliban Berburu Harta Karun Kuno Emas Baktria Berusia 2.000 Tahun
Baca juga: Penyerangan terhadap Taliban di Afghanistan Timur Tewaskan 5 Orang, Berlanjut Pengeboman Kendaraan
Pernyataan Turabi menunjukkan bagaimana para pemimpin Taliban tetap berpegang teguh pada aturan konservatif.
Kendati mereka mengatakan akan merangkul perubahan teknologi, seperti memperbolehkan video dan ponsel.
Sejak Taliban menyerbu Kabul pada 15 Agustus dan menguasai Afghanistan, warga negara itu dan dunia telah mengamati apakah kelompok tersebut akan kembali menerapkan pemerintahan keras mereka pada era 1996-2001.
Turabi yang menjabat sebagai menteri kehakiman dan kepala Kementerian Penyebaran Kebaijkan dan Pencegahan Kejahatan di pemerintahan Taliban sebelumnya, mengatakan hukuman potong tangan sangat diperlukan untuk menjaga keamanan.
Menurutnya, hukuman seperti itu akan memberikan efek jera bagi masyarakat.
Tak hanya itu, Turabi mengklaim hukuman tersebut kembali diberlakukan atas permintaan masyarakat.
"Pemotongan tangan sangat diperlukan untuk keamanan," ujarnya.
"Orang-orang khawatir dengan beberapa aturan kami, misalnya potong tangan. Tapi, ini permintaan publik."
"Jika Anda memotong tangan seseorang, dia tidak akan melakukan kejahatan yang sama lagi. Orang-orang sekarang korup, memeras uang dari orang lain, menerima suap," tuturnya pada AlJazeera.
Turabi menambahkan, kabinet sedang mempelajari apakah akan melakukan hukuman tersebut di depan umum dan tengah "mengembangkan kebijakan".
Baca juga: 1 Bulan Taliban Berkuasa, Tak Terdengar Lagi Suara Musik di Afghanistan
Baca juga: Anggota Tetap Dewan Keamanan PBB Akan Desak Pemerintahan Taliban Lebih Inklusif
Ia juga mengatakan kali ini hakim - termasuk wanita - akan ikut mengadili kasus.
Namun, tetap dasar hukum Afghanistan adalah Alquran.
Lebih lanjut, Turabi menuturkan sistem peradilan baru Afghanistan akan mencerminkan tatanan Taliban sebelumnya, tetapi dengan beberapa "perubahan".
"Perbuatan kami akan menunjukkan kami tidak seperti orang Ameirka yang mengaku mereka membela hak asasi manusia, tapi melakukan kejahatan mengerikan."
"Tidak akan lagi penyiksaan dan tidak ada lagi kelaparan," bebernya, sambil menjelaskan staf penjara baru akan mencakup anggota pemerintahan lama dan mujahidin Taliban.
"Kami mempunyai konstitusi, tapi kami akan memperkenalkan perubahan. Berdasarkan perubahan itu, kami akan merevisi hukum perdata dan pidana, serta aturan untuk warga sipil."
"Akan ada lebih sedikit tahanan karena kami mengikuti aturan Islam, aturan yang manusiawi," lanjutnya.
Turabi menegaskan, hukuman lama Taliban yang kembali diperlakukan akan membawa perdamaian dan stabilitas di Afghanistan.
"Kami akan membawa perdamaian dan stabilitas. Begitu kami memperkenalkan aturan kami, tidak ada yang berani melanggarnya," tegasnya.
Baca juga: POPULER Internasional: Taliban Minta Diizinkan Pidato di Sidang Umum PBB | Gempa Bumi di Melbourne
Baca juga: Taliban Surati Sekjen PBB, Minta Perwakilannya Diizinkan Berpidato di Sidang Majelis Umum
Sudah Berubah
Kendati akan kembali menerapkan hukuman eksekusi dan potong tangan, Turabi mengungkapkan Taliban telah berubah dibanding dulu.
Diketahui, dalam beberapa hari terakhir di Kabul, para pejuang Taliban telah memulai kembali hukuman yang biasa mereka gunakan di masa lalu - mempermalukan orang-orang yang dituduh melakukan pencurian kecil di depan umum.
Masih mengutip AlJazeera, setidaknya dua kali dalam seminggu terakhir, pria Kabul dijejalkan ke bagian belakang truk pick-up, tangan diikat, dan diarak berkeliling untuk mempermalukan mereka.
Dalam sebuah kejadian, wajah mereka dicat untuk mengidentifikasi mereka sebagai pencuri.
Terkadang, roti basi digantung di leher atau dimasukkan ke dalam mulut mereka.
Namun, di balik kekerasan yang dilakukan Taliban tersebut, Turabi mengaku kelompoknya telah berubah.
"Kami (sudah) berubah dibandingkan masa lalu," ucapnya dalam wawancara minggu ini dengan jurnalis wanita AP.
Saat ini, katanya, Taliban akan mengizinkan televisi, ponsel, foto, dan video "karena merupakan kebutuhan rakyat dan serius akan hal ini."
Ia menyarankan agar Taliban melihat media sebagai cara untuk menyebarkan pesan.
Baca juga: Taliban Izinkan Anak Perempuan Afghanistan Kembali Bersekolah Secepatnya
Baca juga: Aktivis Hak-Hak Perempuan Afghanistan: Jangan Tertipu Topeng Taliban
Bahkan, Turabi mengatakan orang-orang mungkin akan diizinkan merekam video atau mengambil foto jika Taliban mengumumkan hukuman dilakukan di hadapan publik.
Alasannya, untuk menyebarkan efek jera.
Meski menganggap hukuman Taliban melanggar hak asasi manusia, penjaga toko di Afghanistan menyambut senang.
Pasalnya, ia bisa membuka toko setelah gelap tanpa rasa was-was.
"Bukan hal yang baik untuk melihat mereka (pelaku kejahatan) dipermalukan di depan umum, tetapi itu menghentikan para penjahat."
"Karena saat mereka melihatnya (hukuman), mereka berpikir, 'Saya tidak ingin itu terjadi pada saya,'" ujar Aaman, seorang pemilik toko di Kabul.
Baca artikel konflik di Afghanistan lainnya
(Tribunnews.com/Pravitri Retno W)