Laporan Wartawan Tribunnews, Fitri Wulandari
TRIBUNNEWS.COM, MARYLAND - Badan Pengawas Obat dan Makanan (FDA) Amerika Serikat (AS) telah mengizinkan penggunaan vaksin virus corona (Covid-19) Pfizer-BioNTech untuk dosis penguat (booster) tunggal.
Namun suntikan booster ini harus diberikan setidaknya dengan interval enam bulan setelah selesainya seri vaksinasi primer atau suntikan dua dosis.
Otorisasi meluas ke kelompok usia 65 tahun ke atas, 18 hingga 64 tahun dengan risiko tinggi Covid-19 gejala parah, serta usia 18 hingga 64 tahun yang mudah terpapar SARS-CoV-2 di institusi maupun pekerjaan yang membuat mereka berisiko tinggi mengalami komplikasi serius Covid-19.
Sebelumnya, FDA telah mengadakan pertemuan publik pada 17 September lalu untuk mengumpulkan masukan dari pakar ilmiah dan kesehatan masyarakat independen terkait data yang dikirimkan dalam laporan Pfizer.
FDA tidak hanya mempertimbangkan data yang disampaikan oleh produsen vaksin itu, namun juga informasi yang disajikan pada pertemuan VRBPAC serta diskusi komite.
Selain itu juga telah menentukan bahwa berdasarkan totalitas bukti ilmiah yang tersedia, dosis booster vaksin Covid-19 Pfizer-BioNTech efektif dalam mencegah Covid-19.
"Manfaat yang diketahui dan potensial dari dosis booster ini lebih besar dibandingkan risiko yang diketahui dan potensial," kata FDA.
Baca juga: Survei Temukan Ada Praktik Jual Beli Booster Covid-19
Dikutip dari laman Sputnik News, Jumat (24/9/2021), FDA menyimpulkan bahwa seiring waktu, vaksin akan mengalami 'sedikit penurunan dalam efektivitasnya'.
Sedangkan booster terbukti menghasilkan respons antibodi terhadap SARS-CoV-2.
Ini serupa dengan yang dialami secara langsung setelah seseorang mendapatkan vaksinasi dua dosis awal.
Di sisi lain, Pusat Pengendalian dan Pencegahan Penyakit (CDC) AS telah membuka pertemuan untuk membuat pedoman lebih lanjut tentang kapan dan siapa yang akan menerima suntikan booster.
Saat FDA telah menyetujui booster Pfizer, para ahli pada pertemuan CDC justru masih bingung dengan alasan yang harus mereka gunakan untuk penggunaan suntikan booster ini.
Mereka bahkan menyarankan untuk menunggu selama satu bulan demi mendapatkan lebih banyak bukti sebelum membuat keputusan.
Kedua lembaga yang berfokus pada bidang kesehatan ini memang diketahui selalu berselisih paham terkait keputusan ini.
Perlu diketahui, FDA memiliki wewenang untuk menyetujui efektivitas dan keamanan obat-obatan.
Sedangkan CDC dalam kasus pandemi ini, ditugaskan untuk mencari tahu mengenai pasokan dan distribusi vaksin.
Kendati berselisih paham mengenai penggunaan booster, CDC dan FDA memiliki pendapat yang sama saat menyebut bahwa lanjut usia (lansia) dan tenaga kesehatan (nakes) adalah kelompok yang seharusnya menjadi prioritas untuk mendapatkan dosis booster.
Lalu terkait sasaran yang akan mendapatkan booster, warga AS yang telah divaksinasi sebenarnya saat ini masih menunjukkan ketahanan yang luar biasa terhadap Covid-19.
Sehingga tidak sepenuhnya diketahui apakah suntikan booster memang diperlukan untuk mempertahankan kekebalan tersebut.