TRIBUNNEWS.COM - Pemanasan global atau global warming telah menyebabkan terumbu karang musnah.
Dari tahun 2009 hingga 2018, sebanyak 14 persen terumbu karang musnah akibat global warming.
Selain karena pemanasan global, musnahnya terumbu karang juga disebabkan oleh penangkapan ikan dengan bahan peledak dan diperparah dengan adanya polusi.
Dikutip dari Aljazeera, survei terbesar terkait kesehatan karang mengatakan, ekosistem bawah laut yang masih hidup kemungkinan akan mati jika lautan semakin panas.
Menurut laporan yang dirilis pada Selasa (5/10/2021), kondisi karang di Asia Selatan dan Pasifik, sekitar Semenanjung Arab, dan di lepas pantai Australia, adalah yang paling buruk.
Baca juga: Program Konservasi Terumbu Karang di Pulau Gosong Aceh Dorong Kenaikan Pendapatan Nelayan
Baca juga: Lestarikan lingkungan, PLN Lakukan Transplantasi Terumbu Karang di Konawe Selatan Sultra
Laporan tersebut berdasarkan penelitian oleh lebih dari 300 ilmuwan di Global Coral Reef Monitoring Network.
Laporan mencakup data selama 40 tahun, 73 negara dan 12.000 situs dan menemukan total area yang hancur setara dengan sekitar 11.700 kilometer persegi.
“Perubahan iklim adalah ancaman terbesar bagi terumbu karang dunia,” kata rekan penulis Paul Hardisty, kepala eksekutif Institut Ilmu Kelautan Australia.
Terumbu karang hanya menutupi 0,2 persen dari dasar laut.
Meski begitu, mereka adalah rumah bagi sekitar seperempat dari semua hewan dan tumbuhan laut.
Selain menopang ekosistem laut, terumbu karang juga menyediakan makanan, perlindungan dari badai dan erosi garis pantai, serta aktivitas bagi ratusan juta orang di seluruh dunia.
Studi tersebut mengamati 10 daerah penghasil terumbu karang di seluruh dunia dan menemukan bahwa hilangnya terumbu karang terutama disebabkan oleh pemutihan karang.
Selain itu, juga dikarenakan penangkapan ikan yang berlebihan, pembangunan pesisir yang tidak berkelanjutan, dan penurunan kualitas air.
“Jelas ada perubahan yang menyebabkan hilangnya karang, dan kami dapat memperkirakan ini akan berlanjut jika pemanasan (global) terus berlanjut,” kata Hardisty.