Karena ia melarikan diri tanpa memberitahukan kepada majikannya, SB dituntut membayar ganti rugi oleh anak majikan sebesar RM 500.
Hermono mengungkapkan, pihaknya di KBRI Kuala Lumpur telah mencoba melakukan mediasi dengan majikan, namun pihak majikan tidak kooperatif.
Pihak majikan meminta kasus ini diselesaikan melalui pejabat tenaga kerja.
Namun, KBRI menolak opsi ini karena akan merugikan SB.
Sesuai UU Kadaluarsa Malaysia (Akta Had Masa 1953), pembayaran tuntutan ganti rugi tidak boleh melebihi masa 6 tahun.
Artinya kalau diselesaikan melalui Dinas Ketenagakerjaan Malaysia, SB hanya akan mendapatkan hak gajinya maksimal 6 tahun masa kerja, sementara sisanya tidak dapat dibayarkan.
Oleh karena itu, KBRI memilih penyelesaian melalui Peradilan Perdata dan telah menyewa pengacara untuk memperjuangkan hak-hak SB.
Hermono menyampaikan bahwa dalam kurun waktu satu tahun sejak menjabat sebagai Duta Besar di Kuala Lumpur, banyak menjumpai kasus pelanggaran terhadap hak-hak PMI, khususnya yang bekerja sebagai PRT.
Selain kasus gaji tidak dibayar bertahun-tahun, larangan berkomunikasi dan kekerasan fisik adalah kasus yang paling banyak dialami oleh PMI yang bekerja di sektor rumah tangga.
Selama tahun 2021 saja, KBRI Kuala Lumpur telah berhasil memperjuangkan gaji PMI sejumlah RM1.379.993 dan Rp. 64.000.000 atau sekitar Rp. 4,75 milyar.
Dubes Hermono, yang sebelumnya pernah menjabat sebagai Wakil Kepala Perwakilan RI di Kuala Lumpur, mengharapkan MoU tentang Penempatan dan Perlindungan Pekerja Sektor Domestik yang sedang dalam negosiasi antara Indonesia dan Malaysia sejak 2016, dapat segera diselesaikan.
“Kita meminta adanya jaminan perlindungan dan mekanisme penyelesaian kasus yang efektif terhadap pelanggaran seperti ini. Tanpa adanya jaminan perlindungan yang memadai, pengiriman PMI sektor domestik ke Malaysia, saya kira perlu dikaji ulang,” tutup Hermono.