Korupsi sebagian besar berasal dari tradisi nepotisme dan favoritisme, dan kurangnya pengawasan secara umum.
Sementara perekrutan SDM bermasalah karena pemuda Cina dan berpendidikan tinggi semakin tertarik ke sektor swasta yang sedang booming.
Itu membuat PLA bergantung pada wajib militer untuk sekitar sepertiga dari tenaga personilnya. Setiap provinsi memiliki kuota wajib militer tahunan.
Masing-masing wajib militer harus menyelesaikan dua tahun dinas militer. Tahun ini, setelah sempat tertunda karena pandemi COVID-19, militer mulai mengadakan rekrutmen.
Sekalipun sebagian arsenal tempurnya semakin modern, PLA masih memiliki sejumlah besar peralatan tua dan using.
Beberapa di antaranya dibangun menggunakan teknologi bekas Uni Soviet, yang runtuh 30 tahun lalu.
Kapal Induk AS Masih Mendominasi
Angkatan Laut Cina, misalnya, memiliki lebih banyak kapal daripada AS – dengan 360 kapal – tetapi armadanya sebagian besar terdiri dari kapal yang lebih kecil.
Ia hanya memiliki dua kapal induk besar, Liaoning dan Shandong, dengan kapal induk ketiga Tipe 003 masih dibangun. AS memiliki 11 kapal induk, paling banyak dari negara mana pun.
Selain itu, kurangnya pelatihan untuk mengoperasikan dan memelihara senjata yang baru dikembangkan juga telah menghambat kemampuan tentara mereka.
Menurut laporan 2018 yang diterbitkan RAND Corporation, sebuah think-tank yang berbasis di AS, militer Cina didera masalah kepemimpinan.
“Korupsi dan struktur komando yang ketinggalan zaman telah meninggalkan dampak yang sangat negatif pada tentara,” kata Shi Yang, seorang analis militer China yang berbasis di Beijing.
“Sejumlah besar senjata yang relatif ketinggalan zaman juga membatasi kemampuan tempur tentara Tiongkok,” imbuhnya.
Belajar dari AS