News

Bisnis

Super Skor

Sport

Seleb

Lifestyle

Travel

Lifestyle

Tribunners

Video

Tribunners

Kilas Kementerian

Images

Virus Corona

Muncul Varian Baru Covid-19, Sejumlah Negara Tangguhkan Penerbangan dari Afrika

Penulis: Tiara Shelavie
Editor: Arif Fajar Nasucha
AA

Text Sizes

Medium

Large

Larger

Foto diambil pada 01 November 2021 menampilkan penumpang berjalan dengan barang bawaan mereka setibanya di Bandara Ben Gurion dekat Lod, saat Israel dibuka kembali untuk turis yang divaksinasi Covid-19. Kekhawatiran akan munculnya varian baru Covid-19 di Afrika Selatan membuat sejumlah negara membatasi perjalanan dari benua Afrika.

TRIBUNNEWS.COM - Kekhawatiran akan munculnya varian baru Covid-19 di Afrika Selatan membuat sejumlah negara membatasi perjalanan dari benua Afrika.

Dilaporkan DW, Uni Eropa mengatakan pada hari Jumat (26/11/2021) akan meminta negara-negara anggota untuk "menghentikan perjalanan udara" dari wilayah Afrika selatan.

Jerman bahkan telah menyatakan Afrika Selatan sebagai "daerah varian virus".

Pada Jumat malam, maskapai penerbangan hanya akan diizinkan untuk mengangkut orang Jerman dari negara itu, kata menteri kesehatan Jens Spahn di Twitter.

14 hari karantina akan diberlakukan untuk semua orang, termasuk mereka yang telah divaksinasi, tambah Spahn.

Pengumuman tersebut mengikuti langkah serupa oleh Inggris, Israel dan Singapura, yang pada hari Jumat memperkenalkan batas perjalanan baru setelah varian baru terdeteksi di Afrika Selatan.

Baca juga: Ahli Virologi Meneliti Varian Virus Corona yang Teridentifikasi di Afrika

Baca juga: Muncul Varian Baru, Singapura Akan Batasi Perjalanan dari 7 Negara Afrika

Foto diambil pada 01 November 2021 menampilkan penumpang berjalan dengan barang bawaan mereka setibanya di Bandara Ben Gurion dekat Lod, saat Israel dibuka kembali untuk turis yang divaksinasi Covid-19. (JACK GUEZ / AFP)

Inggris mengumumkan akan menangguhkan penerbangan dari Afrika Selatan, Namibia, Lesotho, Botswana, Eswatini dan Zimbabwe dengan segera.

Israel juga akan menghentikan masuknya dari negara-negara tersebut, begitu juga dengan Mozambik.

Orang Israel yang kembali akan diminta untuk dikarantina.

Sementara itu, Jepang telah mengikuti langkah yang sama, memilih untuk memperketat kontrol perbatasan untuk pelancong dari Afrika selatan.

Afrika Selatan Mengkonfirmasi 22 Kasus Varian B.1.1.529

Masih dilansir DW, Jumat (26/11/2021), Institut Nasional untuk Penyakit Menular (NICD) Afrika Selatan mengkonfirmasi bahwa ada 22 kasus yang dikonfirmasi dari varian B.1.1.529.

Jumlah itu kemungkinan bisa bertambah.

Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) mengatakan bahwa varian itu adalah salah satu "varian yang sedang dipantau."

Menurut pemimpin teknis Covid-19 WHO Maria Kerkhove, masih perlu beberapa minggu untuk menentukan apakah itu harus diidentifikasi sebagai "variant of interest" atau "variant of concern."

"Semua orang di luar sana perlu memahami bahwa semakin banyak virus ini beredar, semakin banyak peluang virus untuk berubah, semakin banyak mutasi yang akan kita lihat," kata Kerkhove.

Saat ini hanya 6,6% orang di benua Afrika yang telah divaksinasi lengkap.

Namun, ketakutan juga tumbuh di daerah dengan tingkat vaksinasi yang jauh lebih tinggi.

Pada hari Kamis, Sekretaris Kesehatan Inggris Sajid Javid menyarankan bahwa vaksin yang ada mungkin kurang efektif terhadap varian virus baru, dan varian ini mungkin lebih menular daripada varian lain.

Peringatan Para Ilmuwan

Sejumlah ilmuwan memperingakan kemunculan varian baru Covid-19 yang memiliki jumlah mutasi yang sangat tinggi.

Dilansir The Independent, ilmuwan mengkhawatirkan Covid-19 B.1.1529, atau varian Botswana, turunan dari B.1.1, dapat memicu penyebaran virus lebih lanjut.

3 kasus pertama varian B.1.1529 ditemukan Botswana, diikuti enam kasus lainnya di Afrika Selatan.

Satu kasus terdeteksi di Hong Kong, yang diderita seorang pelancong yang baru saja kembali dari Afrika Selatan.

Umumnya, mutasi lonjakan memungkinkan virus untuk beradaptasi dan menjadi lebih ganas, serta lebih mampu menghindari kekebalan alami dan vaksin.

Dr Tom Peacock, seorang ahli virologi di Imperial College London, mengatakan varian Botswana bisa menjadi "perhatian nyata".

Baca juga: WHO: Efektivitas Vaksin Covid-19 Terhadap Varian Delta Hanya 40 Persen

Baca juga: Epidemiolog UGM Sebut 80 Persen Warga Indonesia Telah Tertular Varian Delta

Ilustrasi virus corona (Freepik)

Ia menyebut 32 mutasi pada protein lonjakannya dapat membuat varian itu untuk lebih mudah menghindari sistem kekebalan seseorang dan menyebar ke lebih banyak orang.

Di Twitter, Dr Peacock menulis bahwa varian itu "sangat, sangat harus dipantau karena profil lonjakan yang mengerikan", yang dapat membuatnya lebih menular daripada varian lain sejauh ini.

"Penyebaran ke Asia menyiratkan varian ini mungkin lebih luas daripada yang disiratkan oleh urutan saja," tulisnya.

"Juga panjang cabang yang sangat panjang dan jumlah mutasi lonjakan yang sangat tinggi menunjukkan varian ini bisa menjadi perhatian nyata (diprediksi lolos dari antibodi monoklonal)."

"Patut ditekankan bahwa jumlah kasus ini sangat rendah sekarang di wilayah Afrika yang sampelnya diambil dengan cukup baik."

"Namun sangat harus dipantau karena profil lonjakan yang mengerikan itu (saya menebak bahwa ini akan lebih buruk secara antigen daripada hampir semuanya)."

Baca juga: Penelitian: Kemanjuran Vaksin Sinovac Turun Menjadi 28% dalam 3-5 Bulan

Baca juga: Strain Baru Varian Delta Terdeteksi di Norwegia

Cuitan Dr Tom Peacock (Screenshot Twitter)

Ahli virologi sering mengidentifikasi varian Covid baru yang seringkali hanya terdiri dari sejumlah kecil kasus.

Tetapi Dr Peacock mentweet bahwa dia "berharap" varian ini hanyalah salah satu dari "cluster aneh" dan tidak menyebar luas seperti yang ditakuti.

Prof Francois Balloux, Profesor Biologi dan Direktur Sistem Komputasi, Institut Genetika UCL, mengatakan mutasi varian itu berada dalam konstelasi yang tidak biasa yang tampaknya terakumulasi dalam satu ledakan.

Ia mengatakan bahwa hal itu menunjukkan varian bisa berkembang pada orang yang kekebalannya terganggu, mungkin pada pasien HIV/AIDS yang tidak diobati.

"Sejauh ini, empat strain telah diurutkan di wilayah Sub-Sahara dengan pengawasan yang wajar," ungkap Balloux.

"Mungkin ada di bagian lain Afrika. Untuk saat ini, varian itu harus dipantau dan dianalisis dengan cermat, tetapi tidak ada alasan untuk terlalu khawatir, kecuali jika frekuensinya mulai meningkat dalam waktu dekat."

Kasus pertama varian Botswana muncul pada 11 November 2021.

Kemudian kasus pertama di Afrika Selatan muncul pada 14 November.

Di hari yang sama, seorang pelancong berusia 36 tahun dinyatakan positif saat menjalani karantina selama tiga hari sekembalinya ke Hong Kong.

Ia sempat tinggal di Afrika Selatan dari 23 Oktober hingga 11 November.

Dr Meera Chand, direktur insiden Covid-19 di Badan Keamanan Kesehatan Inggris, mengatakan pihaknya akan terus memantau status varian Covid baru di seluruh dunia.

Dia berkata: "Karena sifat virus sering bermutasi dan acak, tidak jarang sejumlah kecil kasus muncul dengan serangkaian mutasi baru."

"Setiap varian yang menunjukkan bukti penyebaran akan diobservasi dengan cepat."

(Tribunnews.com, Tiara Shelavie)

Dapatkan Berita Pilihan
di WhatsApp Anda

Berita Populer

Berita Terkini