Dalam beberapa kasus, orang tua yang miskin terpaksa membuat janji untuk menawarkan bayi perempuan mereka untuk dinikahkan di masa depan.
Masih mengutip Independent, dekrit baru itu telah menyegarkan ingatan tentang pemerintahan garis keras Taliban sebelumnya dari tahun 1996 hingga 2001, sebelum digulingkan oleh koalisi negara-negara barat.
Aturan itu melarang anak perempuan bersekolah, berkuliah di perguruan tinggi, dan pergi ke kantor.
Aturan ultra-konservatif pada waktu itu bahkan tidak mengizinkan perempuan keluar rumah tanpa anggota keluarga laki-laki, biasanya suami atau ayah mereka.
Mereka yang ditemukan melanggar aturan akan dicambuk di depan umum atau diberi hukuman kejam lainnya.
Namun kali ini, Taliban mengatakan kepada pasukan barat bahwa mereka akan bersedia mengakomodasi hak-hak perempuan dengan memudahkan akses mereka ke ruang publik.
Tiga bulan memasuki masa kekuasaan kedua Taliban, Afghanistan berada di ambang kehancuran ekonomi setelah komunitas internasional membekukan miliaran dolar dana di bank sentral.
Krisis ini diperparah oleh krisis likuiditas, membuat jutaan orang rentan, terutama anak-anak, berada di ambang kelaparan.
Pada akhir November lalu, Perdana Menteri Afghanistan yang ditunjuk Taliban, Mullah Mohammed Hassan Akhund, menyerukan kebaikan hati dunia internasional untuk tidak menahan bantuan mereka karena Afghanistan saat ini terancam alami kelaparan massal.
Dilansir Deutsche Welle, Hassan Akhund menyampaikan pesan pertamanya di TV pada Sabtu (27/11/2021), sejak Taliban mengambil alih Afghanistan.
Ia berjanji pihaknya tidak akan menganggu masalah internal negara lain jelang pertemuan PBB mendatang di Doha.
"Kami mencoba sebanyak mungkin untuk mengatasi masalah rakyat. Kami bekerja overtime di tiap departemen," bunyi suara Akhund dalam pesan audio berdurasi setengah jam.
Ia menyalahkan kelaparan, pengangguran, dan krisis keuangan Afghanistan pada pemerintah sebelumnya yang didukung AS.
Baca juga: Wanita Afghanistan yang Jadi Cover Majalah National Geographic 1985 Kini Dievakuasi ke Italia
Baca juga: Soroti Situasi Afghanistan di KTT ASEM Ke-13, Presiden Jokowi: Indonesia Siap Bantu
"Bangsa, waspadalah. Mereka yang tersisa dari pemerintah sebelumnya yang bersembunyi menyebabkan kecemasan, menyesatkan rakyat untuk tidak mempercayai pemerintah mereka," kata Akhund.