Dia mengatakan anggota keluarga telah ditugaskan untuk menjauhkannya dari media sosial dan berita televisi agar dia tidak melihat rekaman serangan itu.
"Ibuku berusia 80 tahun, kesehatannya tidak baik, dan kami masih belum bisa menjelaskan kepadanya apa yang telah terjadi," kata Kamal.
"Kami baru saja memberitahunya bahwa ada kecelakaan, kami tidak bisa mengatakan apa yang telah terjadi," jelasnya.
Baca juga: Seorang Jurnalis Tewas dalam Serangan di Pakistan, Dituduh Bekerja Sama dengan Pasukan Keamanan
Jenazah Priyantha Tiba di Sri Lanka
Tubuh hangus Priyantha telah tiba di Sri Lanka pada Senin (6/12/2021) malam.
Pejabat pemerintah Sir Lanka menerima jenazah Kumara dalam kotak kayu yang dihiasi dengan karangan bunga sebelum persiapan untuk menyerahkan peti mati kepada keluarganya.
Prosesi pemakaman Priyantha diperkirakan akan diadakan pada hari Rabu distrik asalnya Gampaha, 20 kilometer timur laut Kolombo.
Tanggapan Warga, Aktivis, dan Pejabat
Beberapa jam sebelum jenazah tiba, puluhan aktivis dan kelompok agama berkumpul di depan misi Pakistan di ibu kota Sri Lanka, Kolombo, menuntut keadilan baginya.
Pembunuhan brutal itu telah mengejutkan Pakistan, dengan para pemimpin agama, masyarakat sipil dan politisi di seluruh spektrum mengutuk pembunuhan itu.
Pada hari Minggu, kelompok masyarakat sipil mengadakan demonstrasi kecil menentang pembunuhan di kota timur Lahore.
Sebelumnya, pada hari Jumat, kelompok hak asasi Amnesty International menyerukan penyelidikan yang tidak memihak atas pembunuhan itu.
"Pihak berwenang harus segera melakukan penyelidikan yang independen, tidak memihak dan segera serta meminta pertanggungjawaban pelaku."
"Acara hari ini menggarisbawahi urgensi di mana lingkungan yang memungkinkan penyalahgunaan dan membahayakan nyawa harus diperbaiki," kata Amnesty dalam sebuah pernyataan.
Di kota pelabuhan Karachi, anggota masyarakat sipil mengadakan protes sebagai tanggapan dari penganiayaan tersebut, Sabtu (4/12/2021).
Masyarakat menentang 'hukuman mati' tanpa pangadilan terhadap warga negara Sri Lanka.
Para pengunjuk rasa mengatakan mereka mengutuk pembunuhan itu dan menuntut pemerintah mengambil tindakan untuk menghentikan penyalahgunaan undang-undang penistaan agama.
"Dia dibunuh atas tuduhan palsu penistaan agama," kata aktivis hak asasi manusia, Mehnaz Rehman, dikutip dari Aljazeera.
Menurut Rehman, orang yang menganiaya korban adalah mereka yang tidak mau bekerja.
Korban hanya meminta pekerja untuk bekerja secara jujur, tetapi beberapa pekerja tak terima dengan perintah itu, lalu membunuh korban dengan dalih penistaan.
"Orang yang membunuhnya adalah orang yang tidak mau bekerja dan dia hanya meminta mereka untuk bekerja dengan jujur sehingga mereka membunuhnya dengan dalih penistaan. Hukum ini disalahgunakan oleh orang-orang seperti itu," kata Rehman.
Sementara itu, Malik Naseem Awan, seorang warga dan pengacara di Sialkot, sebuah distrik di provinsi Punjab tengah sekitar 200 kilometer, Islamabad, tempat serangan itu terjadi, mengatakan dia khawatir tentang dampaknya terhadap citra negara.
"Saya tidak bisa mengatakan betapa malunya saya. Akan berbeda jika seseorang melakukan ini secara individu tetapi orang-orang yang hadir di sana menontonnya dengan diam-diam, dan tidak ada yang mencoba menyelamatkannya," kata Awan.
Hal serupa disampaikan Perdana Menteri, Imran Khan, yang menyebutnya sebagai hari memalukan bagi Pakistan.
(Tribunnews.com/Rica Agustina)