TRIBUNNEWS.COM - Kenaikan harga bahan bakar memicu kerusuhan daerah hingga kota-kota besar di Kazakhstan.
Lebih dari 160 orang tewas dan 5.000 demonstran ditangkap di Kazakhstan setelah kerusuhan yang mengguncang negara terbesar di Asia Tengah itu selama sepekan terakhir.
Kementerian dalam negeri, yang dikutip pada Minggu (9/1/2022) oleh media lokal, mengatakan perkiraan awal menyebutkan kerusakan properti sekitar 175 juta euro setelah kekerasan mematikan itu, seperti dilaporkan oleh Al Jazeera.
Lebih dari 100 bisnis dan bank diserang dan dijarah.
Sementara itu, sekitar 400 kendaraan dihancurkan.
Baca juga: Berita Foto : Kondisi Kazakhstan Usai Kerusuhan Berdarah
Baca juga: Kazakhstan Menahan Mantan Kepala Keamanan Nasional atas Dugaan Makar
Menurut kantor berita Rusia Sputnik mengutip kementerian kesehatan, sebanyak 164 orang, termasuk dua anak tewas dalam kekerasan.
Dikatakan, 103 orang tewas di kota utama Kazakhstan, Almaty, di mana kekerasan terburuk terjadi.
"Hari ini situasinya stabil di semua wilayah negara itu," kata Menteri Dalam Negeri Erlan Turgumbayev.
"Operasi kontrateror terus berlanjut dalam upaya untuk menegakkan kembali ketertiban di negara itu," tambahnya.
Robin Forestier-Walker dari Al Jazeera, melaporkan dari ibukota Georgia, Tbilisi, mengatakan jumlah korban tewas diperkirakan akan meningkat.
“Kami menunggu jumlah korban meningkat berdasarkan skala pertempuran, kekerasan, dan penembakan, tembakan senapan mesin berat dan ledakan yang berlangsung berjam-jam selama 5 dan 6 Januari,” katanya.
Ketenangan yang relatif tampak kembali ke kota utama Kazakhstan, Almaty, dengan polisi terkadang melepaskan tembakan ke udara untuk menghentikan orang-orang yang mendekati alun-alun pusatnya.
Kata kementerian dalam negeri, secara total, 5.135 orang telah ditahan untuk diinterogasi sebagai bagian dari 125 penyelidikan terpisah atas kerusuhan tersebut.
Kebijakan Tembak-menembak