TRIBUNNEWS.COM - Ketika gelombang ketiga pandemi mulai melanda Indonesia, muncul pertanyaan tentang penggunaan vaksin Sinovac dari China.
Serangkaian penelitian menunjukkan bahwa vaksin Covid-19 paling umum digunakan di negara Asia Tenggara itu 'tidak cocok' melawan varian Omicron.
Pada Jumat (4/2/2022) Indonesia mencatat 32.211 kasus baru Covid-19 yang dikonfirmasi, jumlah resmi tertinggi sejak gelombang Delta mulai mereda pada pertengahan Agustus 2021.
Di hari yang sama tingkat (hasil tes) positif untuk individu mencapai 10,29 persen.
Baca juga: Efek Samping Vaksin Sinovac dan Pfizer pada Anak, Lakukan Langkah Ini Apabila Ada KIPI
Baca juga: Cegah Ekses Omicron, Bamsoet Ajak Masyarakat Peduli Lansia dan Komorbid
Hal ini mendorong Indonesia melampaui ambang batas 5 persen yang digunakan WHO untuk mengidentifikasi negara-negara yang telah kehilangan kendali atas virus tersebut.
Hanya 45,9 persen dari target populasi Indonesia sebanyak 208 juta orang yang telah divaksinasi lengkap dibandingkan dengan rata-rata global 53,4 persen, menurut Our World in Data, dan 79 persen di antaranya dengan Sinovac, menurut Kementerian Kesehatan Indonesia.
Al Jazeera melaporkan, laju inokulasi (vaksinasi) semakin melambat sejak awal tahun karena banyak kabupaten dan provinsi menolak untuk menggunakan vaksin selain Sinovac.
Itu terjadi karena keluhan tentang efek buruk dari vaksin yang dikembangkan Barat.
Jelas hal ini meningkatkan kekhawatiran bahwa gelombang Covid-19 dapat terulang kembali.
Setelah sebelumnya gelombang kedua digerakkan Delta, yang membuat sistem rumah sakit runtuh.
Baca juga: Epidemiolog: Jangan Anggap Remeh Omicron!
Baca juga: Puncak Varian Omicron Bisa 300 Ribu Sehari, Kasus Covid-19 di Tangerang-Bekasi Lampaui Puncak Delta
Studi menimbulkan keraguan
Pada Desember 2021, para peneliti di University of Hong Kong dan Chinese University of Hong Kong menerbitkan sebuah penelitian yang menemukan bahwa dua dosis Sinovac tidak menghasilkan antibodi yang cukup untuk melawan Omicron.
Studi tersebut juga mengungkapkan bahwa Omicron secara signifikan mengurangi efektivitas dua suntikan vaksin Pfizer BioNTech.
Vaksin Pfizer dikembangkan dengan eknologi Messenger RNA (mRNA) baru, yang menggunakan kode genetik virus corona untuk mengelabui tubuh agar membuat protein virus sehingga kekebalan tubuh mulai menghasilkan respon defensif.
Tetapi penelitian tersebut menekankan bahwa booster Pfizer kemungkinan lebih efektif daripada dosis ketiga Sinovac.
Studi lain yang dilakukan oleh National Natural Science Foundation of China dan diterbitkan dalam jurnal Emerging Microbes & Infections pada bulan yang sama menunjukkan "pengurangan yang signifikan" dalam kemanjuran booster dengan Sinopharm, yang, seperti Sinovac, adalah vaksin tidak aktif yang menggunakan partikel virus mati untuk mengekspos sistem kekebalan tubuh terhadap COVID-19.
"Secara keseluruhan, penelitian kami menunjukkan bahwa Omicron mungkin lebih mungkin lolos dari perlindungan kekebalan yang diinduksi vaksin dibandingkan dengan prototipe dan varian lain yang menjadi perhatian," para penulis menyimpulkan.
Baca juga: Pfizer dan BioNtech Ajukan Penggunaan Darurat untuk Anak Usia 6 Bulan hingga 4 Tahun di AS
3 jenis vaksin diklaim mampu tingkatkan antibodi penerima 2 dosis Sinovac
Diwartakan Tribunnews sebelumnya, ada tiga jenis vaksin Covid-19 diklaim mampu meningkatkan kadar antibodi secara signifikan pada penerima dua dosis vaksin CoronaVac dari Sinovac.
DilansirReuters, ketiganya adalah vaksin AstraZeneca, Pfizer-BioNTech, dan Johnson & Johnson yang dijadikan sebagai booster (penguat).
Studi tersebut dilakukan oleh peneliti dari Brasil dan Universitas Oxford.
Mereka menemukan CoronaVac menerima dorongan terkuat dari vektor virus atau suntikan RNA, termasuk terhadap varian Delta dan Omicron.
Baca juga: Vaksin Booster Sinovac Disebut Dapat Tingkatkan Antibodi 20 - 30 Kali dengan KIPI yang Rendah
Baca juga: CEK Tiket dan Jadwal Vaksinasi Booster di Laman dan Aplikasi PeduliLindungi, Siapkan NIK
"Studi ini memberikan pilihan penting bagi pembuat kebijakan di banyak negara di mana vaksin tidak aktif telah digunakan," kata Andrew Pollard, direktur Oxford Vaccine Group dan pemimpin studi.
Namun, penelitian lain pada Desember lalu menemukan dua dosis Sinovac diikuti dengan dosis booster vaksin Pfizer-BioNTech menunjukkan respons imun yang lebih rendah terhadap varian Omicron dibandingkan dengan strain lain.
Vaksin vektor virus seperti yang dikembangkan oleh AstraZeneca-Oxford dan J&J menggunakan versi yang lebih lemah dari virus lain untuk mengirimkan instruksi genetik untuk membuat protein dari virus yang perlindungannya dicari.
Vaksin mRNA Pfizer-BioNTech mengirimkan transkrip genetik dengan instruksi untuk membuat protein virus guna mengajari tubuh cara bertahan melawan infeksi.
Baca juga: 500 Siswa SD di Bekasi Terima Vaksinasi Sinovac Dosis Pertama
Tiga dosis CoronaVac dari Sinovac juga diklaim dapat meningkatkan antibodi, tetapi hasilnya lebih baik jika dosis booster dari vaksin jenis lain, menurut penelitian terbaru di Brasil.
Penelitian itu melibatkan 1.240 sukarelawan dari Kota Sao Paulo dan Salvador, Brasil.
Sebelum diberikan booster, tingkat antibodi rendah, dengan hanya 20,4 persen orang dewasa berusia 18-60 tahun dan 8,9 persen orang dewasa berusia di atas 60 tahun yang memiliki tingkat antibodi penetralisir yang dapat dideteksi.
Antibodi terlihat meningkat secara signifikan di setiap rejimen vaksin booster, menurut penelitian, yang diterbitkan dalam jurnal medis Lancet pada Jumat (21/1/2022).
Sementara itu, Pfizer dan BioNTech SE telah memulai uji klinis vaksin baru khusus untuk varian Omicron, Selasa (25/1/2022).
Berita lain terkait dengan Vaksin Sinovac
(Tribunnews.com/Andari Wulan Nugrahani)