TRIBUNNEWS.COM - Topan Batsirai menghantam Madagaskar pada Sabtu (5/2/2021) malam, kata Badan Penanggulangan Bencana Nasional negara itu.
Melansir Channel News Asia, akibat bencana alam tersebut 10 orang dilaporkan tewas dan 48.000 orang harus mengungsi.
Topan Batsirai telah menumbangkan pohon, menghancurkan bangunan, sehingga penduduk terpaksa harus membuat tempat tinggal darurat beratap seng.
Beberapa bagian negara itu diguyur hujan lebat dan angin kencang sebelum Topan Batsirai mendarat di Mananjary.
Hujan menyebabkan banjir di beberapa bagian negara itu, kata kantor meteorologi Madagaskar, Minggu (6/2/2021).
Baca juga: Topan Batsirai Ancam Madagaskar, Tim Penyelamat Tingkatkan Kesiapsiagaan
Topan Batsirai merupakan badai tropis yang intens dengan kecepatan angin 165 kilometer per jam, kata Faly Aritiana Fabien dari Badan Penanggulangan Bencana Nasional negara itu.
Rekannya yang bertanggung jawab atas manajemen risiko, Paolo Emilio Raholinarivo, mencatat 10 orang tewas, tetapi tidak memberikan rincian lebih lanjut.
Namun kantor meteorologi nasional, yang telah memperingatkan kerusakan yang signifikan dan meluas, mengatakan pada hari Minggu bahwa Topan Batsirai telah melemah.
Kecepatan angin rata-rata topan hampir berkurang setengahnya menjadi 80 kilometer per jam.
Sementara hembusan terkuat telah turun menjadi 110 kilometer per jam dari 235 kilometer per jam yang tercatat saat mendarat.
Baca juga: Menteri Madagaskar Berenang 12 Jam setelah Helikopternya Jatuh ke Laut: Belum Waktunya untuk Mati
Lebih lanjut, sebelum dihantam Topan Batsirai, Madagaskar menghadapi Topan Ana pada akhir Januari lalu.
Topan Ana telah menewaskan hampir 60 orang dan membuat setidaknya 131.000 orang di seluruh Madagaskar, terutama Ibu Kota Antananarivo, mengungsi.
Topan Ana juga menghantam Malawi, Mozambik dan Zimbabwe, menyebabkan puluhan kematian.
Program Pangan Dunia (WFP) mengatakan sekitar 595.000 orang dapat terkena dampak langsung oleh Topan Batsirai, dan 150.000 lainnya mungkin harus mengungsi karena tanah longsor dan banjir baru.
Badai itu menimbulkan risiko bagi setidaknya bagi 4,4 juta orang, kata Federasi Internasional Perhimpunan Palang Merah dan Bulan Sabit Merah (IFRC).
Negara bekas koloni Prancis di lepas pantai tenggara Afrika itu berada di tengah-tengah musim hujan selama enam bulan yang sering mengakibatkan korban dan kerusakan yang meluas.
Pada tahun 2018, negara itu mengalami pukulan ganda dengan Topan Ava yang menewaskan 51 orang pada Januari dan badai tropis Eliakim yang menyebabkan 20 orang tewas dua bulan kemudian.
Pada Maret 2017, sedikitnya 78 orang tewas akibat Topan Enawo.
Pemanasan global telah meningkatkan risiko banjir dan badai tropis, karena atmosfer menahan lebih banyak air dan pola curah hujan terganggu.
Bagian selatan Madagaskar mengalami kekeringan terburuk dalam empat dekade.
Baca juga: Topan Rai Hancurkan 1,5 Juta Rumah di Filipina, Kerugian Capai Rp 11 Triliun
Presiden Afrika Selatan Cyril Ramaphosa mengatakan pada pertemuan puncak para pemimpin Afrika di Addis Ababa pada hari Minggu bahwa benua itu mengalami dampak terburuk dari fenomena yang terkait dengan pemanasan global seperti kekeringan, banjir dan angin topan.
"Meskipun tidak bertanggung jawab menyebabkan perubahan iklim, orang Afrikalah yang menanggung beban dan biayanya," katanya.
Baca juga artikel lain terkait Madagaskar
(Tribunnews.com/Rica Agustina)