TRIBUNNEWS.COM, VATIKAN - Vatikan siap memfasilitasi dialog antara Rusia dan Ukraina untuk mengakhiri perang.
Hal itu disampaikan Menteri Luar Negeri Vatikan, Kardinal Pietro Parolin pada Senin (28/2/2022), seperti dilansir dari Reuters.
Kardinal Pietro Parolin, yang menjadi orang penting kedua setelah Paus dalam hierarki Vatikan, mengatakan kepada surat kabar Italia bahwa selalu ada ruang untuk negosiasi atau dialog guna mengakhiri perag yang sedang terjadi.
"Terlepas dari perang oleh Rusia melawan Ukraina, kita yakin selalu ada ruang untuk negosiasi," ujar Kardinal Pietro Parolin.
352 Warga Sipil Warga Ukraina Tewas, Termasuk 14 Anak-anak
Kementerian Kesehatan Ukraina merilis data terkini jumlah korban dari invasi Rusia.
Pada Minggu (27/2/2022) waktu setempat, Kementerian Kesehatan menyebut 352 warga sipil, termasuk 14 anak-anak, telah tewas sejak awal invasi Rusia ke Ukraina.
Dikatakan juga, 1.684 orang, termasuk 116 anak-anak, telah terluka akibat invansi Rusia.
Baca juga: Ribuan Orang Ditangkap di Rusia karena Menolak Perang, Sanksi untuk Putin Mulai Berlaku
Kerugian Pasukan Rusia Selama Operasi Khusus: Ada yang Tewas, Terluka dan Disandera
Kementerian Pertahanan (Kemhan) Rusia melaporkan kerugian yang dialami pasukan Rusia yang turut ambil bagian dalam operasi militer khusus di Ukraina.
Pernyataan ini disampaikan Juru bicara kementerian itu, Igor Konashenkov pada hari Minggu kemarin.
"Tentara Rusia menunjukkan keberanian dan kepahlawanan selama operasi militer khusus. Tapi, sayangnya, ada yang tewas dan terluka diantara mereka," kata Konashenkov.
Kendati demikian, ia menambahkan bahwa kerugian Rusia jauh lebih kecil jika dibandingkan 'kerugian yang dialami pasukan Ukraina' dan nasionalis negara itu.
Ia juga menyampaikan bahwa beberapa tentara Rusia telah ditawan.
"Kami tahu bagaimana Nazi Ukraina memperlakukan beberapa prajurit Rusia yang telah ditawan. Kami melihat bahwa mereka menggunakan siksaan yang sama seperti Nazi Jerman selama Perang Patriotik Hebat (Front Timur selama Perang Dunia II di mana bekas Uni Soviet berperang melawan Nazi Jerman," tegas Konashenkov.
Dikutip dari laman TASS, Senin (28/2/2022), Konashenkov pun kemudian bersumpah bahwa militer Rusia akan terus memperlakukan pasukan Ukraina yang menyerah dengan cara yang manusiawi.
"Kami memahami bahwa mereka mengambil sumpah kepada rakyat Ukraina. Semua orang yang menyerahkan senjata dan menghentikan perlawanan akan dibebaskan untuk kembali kepada keluarga mereka," papar Konashenkov.
Sebelumnya, Presiden Rusia Vladimir Putin mengatakan dalam pidatonya yang disiarkan televisi nasionalnya pada Kamis pagi waktu setempat bahwa sebagai tanggapan atas permintaan para Kepala Republik Donbass, ia telah membuat keputusan untuk melakukan operasi militer khusus.
Langkah ini diklaim untuk melindungi orang-orang 'yang telah mengalami pelecehan dan genosida selama 8 tahun oleh rezim Ukraina'.
Pemimpin Rusia itu menekankan bahwa negaranya tidak memiliki rencana untuk menduduki wilayah Ukraina.
Saat mengklarifikasi perkembangan yang sedang berlangsung, Kementerian Pertahanan Rusia meyakinkan bahwa pasukan Rusia tidak menargetkan kota-kota di Ukraina.
Namun terbatas hanya pada operasi penyerangan dan pelumpuhan infrastruktur militer Ukraina saja.
Tidak ada ancaman apapun yang ditargetkan terhadap rakyat sipil.(Reuters/Swissinfo/Kyiv Independent/New York Post/Malau)